TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko mengatakan kebijakan pengaturan importasi alas kaki bisa mendorong industri kecil dan menengah (IKM) atau pun usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pengaturan impor alas kaki tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 68 Tahun 2020.
Eddy mengatakan produk alas kaki paling banyak masuk dari Cina. Produk-produk tersebut, ujar Eddy, banyak menyasar kelompok menengah ke bawah. "Kalau produk kelas menengah ke bawah itu terus menggempur pasar kita, akibatnya industri kecil dan menengah ini akan hancur," ujar Eddy kepada Tempo, Rabu 9 September 2020.
Ketua Umum Asosiasi UMKM Muhammad Ikhsan Ingratubun mengatakan mayoritas produk alas kaki bisa dibuat di dalam negeri. Arus impor alas kaki yang diperketat, ujar Ikhsan, mendorong pelaku UMKM untuk masuk dalam pasar impor tersebut. Menurut Ikhsan, tak sedikit produk lokal yang memiliki kualitas yang bagus, salah satunya sepatu asal Cibaduyut, Bogor, atau pun Garut di Jawa Barat.
"Dengan pengetatan impor, diharapkan pemerintah juga membuka jalan untuk pengembangan industri dalam negeri, misalnya mendorong investasi," kata Ikhsan. Apalagi, Ikhsan mengatakan rata-rata kandungan komponen impor produk UMKM sebesar 25-35 persen.
Ketua Umum Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Subandi menyayangkan Permendag 68/2020 yang dinilai terburu-buru. Pasalnya, ujar Subandi, pemesanan barang impor biasanya dilakukan jauh sebelum aturan tersebut diterbitkan. Beleid itu ditandatangani pada 25 Agustus lalu, dan langsung berlaku tiga hari setelahnya.