Tapi setelah kasus ini selesai, Aakar menyebut kemungkinan bisnis penasehat keuangan di Jouska akan dikurangi. Dalam kasus ini, Aakar telah menjelaskan bahwa Jouska sebenarnya sama sekali tidak mengelola dana klien, tapi keliru karena selalu menjadi penghubun antara klien dan pihak pengelola dana investasi.
CEO Jouska ini menyadari, susah untuk menjadi penasehat tanpa bertindak sebagai pihak ketiga seperti. Ia mencontohkan ketika klien bertanya ke Jouska soal pajak. Mau tidak mau, Jouska harus bertanya ke konsultan pajak dan menceritakan kembali ke kliennya. "Tapi sama klien kami dianggap konsultan pajak."
Kondisi semacam ini, kata Aakar, rawan dispute dan kesalahpahaman. Sehingga, Aakar sempat menyebut kemungkinan Jouska ke depan akan menjadi content creator di bidang finansial saja. Sebab, kegiatan semacam ini sudah jelas izinnya, yaitu di bidang pendidikan. "Hal-hal itu belum bisa dijawab sekarang, tapi anggaplah ada harapan," ujarnya.
Kasus Jouska muncul sejak pertengahan Juli lalu. Merebaknya kasus ini di antaranya dimulai sejumlah klien perusahaan perencana keuangan tersebut yang mengeluhkan kinerja investasinya yang jeblok. Padahal, nilainya tak sedikit.
Dalam operasinya, Jouska diduga melakukan kegiatan seperti penasihat investasi sebagaimana dimaksud dalam UU Pasar Modal yaitu pihak yang memberi nasihat kepada pihak lain mengenai penjualan atau pembelian efek dengan memperoleh imbalan jasa. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menemukan Jouska melakukan kerjasama dengan PT Mahesa Strategis Indonesia dan PT Amarta Investa Indonesia dalam pengelolaan dana nasabah seperti kegiatan Manajer Investasi (MI).
Baca juga: Aakar Abyasa Blak-blakan Soal Sengketa 63 Klien Jouska