TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atau Kemenparekraf memperkirakan jumlah kunjungan turis asing ke Tanah Air akan meleset jauh dari target awal. Sebelum merebaknya Covid-19, pemerintah mematok target 18 juta kunjungan wisatawan asing ke Indonesia pada 2020.
"Menurut perkiraan kami, situasi pariwisata yang harusnya sebelum ada Covid-19 bisa mencapai 18 juta (kunjungan wisatawan asing), sekarang mungkin hanya 2,8 hingga 4 juta kunjungan hingga akhir tahun," ujar Deputi Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf Hari Sungkari dalam konferensi video, Jumat, 7 Agustus 2020.
Selain kunjungan wisatawan mancanegara, Hari juga memperkirakan jumlah kunjungan wisatawan domestik meleset dari target. Mulanya, jumlah kunjungan wisatawan dalam negeri diperkirakan akan mencapai 310 juta. Namun, setelah dilanda pagebluk, jumlah kunjungan turis lokal diperkirakan hanya mencapai 140 juta kunjungan.
Kondisi lesunya kunjungan pariwisata ini diperkirakan berlanjut hingga beberapa tahun ke depan. Hari memperkirakan target jumlah kunjungan 18 juta wisatawan mancanegara baru akan tercapai pada kisaran tahun 2024 hingga 2025. Sementara, target kunjungan 310 juta turis domestik diperkirakan baru tercapai pada 2023.
Hari mengatakan pemerintah berupaya melakukan intervensi pada sisi supply dan demand untuk bisa menggenjot sektor pariwisata bergairah kembali. Pada sisi supply sektor pariwisata, misalnya lini usaha seperti hotel dan restoran, pemerintah sedang menyusun insentif apa saja yang bisa diberikan untuk membantu mereka.
Pemerintah juga tengah memikirkan stimulus untuk sisi demand, yaitu agar turis-turis mau bergerak kembali ke destinasi wisata. Salah satu strategi yang dipertimbangkan misalnya subsidi biaya tes PCR bagi turis. "Sekarang orang kalau mau bepergian selain harus bayar tiket, juga ada biaya PCR. Ini sedang kami pikirkan apakah biaya PCR akan disubsidi pemerintah," kata Hari.
Pemerintah juga akan menjalin komunikasi dengan beberapa negara untuk menyusun kebijakan travel bubble. Kebijakan ini, menurut Hari, tidak mesti satu negara dengan seluruh destinasi di Indonesia. Bisa saja, travel bubble berlaku secara point to point, misalnya suatu negara dengan daerah atau destinasi pariwisata tertentu di Tanah Air.
Ia memperkirakan kesepakatan mengenai hal tersebut baru terjadi pada akhir tahun. Hari belum merinci negara mana saja yang sudah dijajaki pemerintah untuk kebijakan tersebut. "Tentu kami akan pikirkan dengan negara yang pengelolaan kesehatannya baik dan Covid-nya rendah," ujar dia.
Baca juga: Naik 3,1 Persen, Kunjungan Turis Asing Tercatat 163 Ribu Orang