Dengan strategi tersebut Arief optimistis perusahaan dapat memperbaiki kondisi keuangannya. Dia mengklaim kondisi perusahaan sudah membaik di semester I 2020. "Periode yang sama tahun lalu kami rugi sekitar Rp 24 miliar, sekarang minus Rp 4 miliar," ujarnya.
Sementara itu PT Kimia Farma Tbk menyiapkan sejumlah strategi untuk membukukan laba tahun ini selain melanjutkan produksi baik obat maupun alat kesehatan terkait Covid-19 yang melonjak permintaannya.
Strategi lainnya mulai dari transformasi ritel, meningkatkan keberagaman produk dan portofolio, mengoptimalikan rantai pasok, hingga memanfaatkan teknologi digital. Direktur Keuangan Kimia Farma, Pardiman, menyatakan strategi ini terbukti ampuh.
"Pada triwulan pertama kami membukukan Rp 160 miliar laba usaha dan ini akan terus bertambah seiring bertambahnya waktu," kata dia.
Pardiman menyatakan perusahaan mengalokasikan Rp 547 miliar belanja modal untuk menjalankan strategi tersebut. Hingga akhir Juni, sekitar 54 persennya telah diserap. Dana dari kas perusahaan itu antara lain akan digunakan untuk pengembangan apotek, klinik, laboratorium klinik, dan pengembangan fasilitas bahan baku obat serta produksi.
Sekretaris Perusahaan PT Bio Farma, Bambang Heriyanto, menyatakan paruh kedua tahun ini perusahaan masih mengandalkan ekspor vaksin untuk menopang pendapatan. Di awal tahun ekspor vaksin sempat tersendat lantaran sejumlah negara melakukan pembatasan wilayah. Namun kondisinya semakin membaik saat ini.