TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian(WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat(LKPP) Tahun 2019. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tersebut menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan per 31 Desember 2019, dan realisasi anggaran, operasional, serta perubahan ekuitas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut sesuai
Standar Akuntansi Keuangan.
"LKPP 2019 adalah laporan keuangan yang mengkonsolidasi 87 Laporan Keuangan Kementerian Lembaga(LKKL) dan 1 Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara(LKBUN) Tahun 2019," kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam keterangan tertulis, Selasa, 14 Juli 2020.
Hal itu disampaikan dalam acara penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan atas LKPP 2019 kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam Sidang Paripurna DPR di Jakarta hari ini. Agung mengatakan atas 88 laporan keuangan tersebut, BPK memberi opini WTP terhadap 84 LKKL dan satu LKBUN (96,5 persen) yang meningkat dibandingkan dengan tahun 2018 sebanyak 81 LKKL dan 1 LKBUN.
Sedangkan dua LKKL mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian(WDP), jumlah ini menurun dibandingkan tahun 2018 sebanyak empat LKKL. Selain itu, masih terdapat satu LKKL yang mendapat opini Tidak Menyatakan Pendapat. Jumlah ini masih sama dengan tahun 2018.
“Meskipun terdapat tiga LKKL Tahun 2019 yang belum memperoleh opini WTP, temuan maupun total anggaran tidak berdampak material terhadap kewajaran penyajian LKPP Tahun 2019 secara keseluruhan,” ujarnya.
Dalam pemeriksaan atas LKPP Tahun 2019, BPK masih mengidentifikasi sejumlah masalah terkait sistem pengendalian intern (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Masalah tersebut antara lain meliputi kelemahan dalam penatausahaan Piutang Perpajakan pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP); kewajiban pemerintah selaku pemegang saham pengendali PT Asabri (Persero) dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero)
belum diukur/diestimasi; pengungkapan kewajiban jangka panjang atas program pensiun pada LKPP Tahun 2019 sebesar Rp 2.876,76 triliun yang belum didukung standar akuntansi; serta penyajian aset dari realisasi belanja untuk diserahkan kepada masyarakat sebesar Rp 44,20 triliun pada 34 K/L tidak seragam.
Permasalahan lainnya terkait dengan skema pengalokasian anggaran untuk pengadaan tanah Proyek Strategis Nasional (PSN) pada pos pembiayaan tidak sesuai dengan PP No 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan investasi tanah PSN untuk kepentingan umum tidak sesuai dengan PP 63 Tahun 2019 tentang Investasi Pemerintah; serta ketidaksesuaian waktu pelaksanaan program kegiatan dengan tahun penganggaran atas kompensasi Bahan Bakar Minyak(BBM) dan listrik.
Hasil pemeriksaan LKPP 2019 terdiri dari Ringkasan Eksekutif, LHP atas LKPP 2019 yang memuat opini, LHP atas SPI, LHP atas Kepatuhan, dan Laporan Tambahan berupa Laporan Hasil Reviu atas Pelaksanaan Transparansi Fiskal, Kesinambungan Fiskal, dan Kemandirian Fiskal Pemerintah Daerah Tahun 2018 dan 2019.
Menurut Agung, Laporan Tambahan dihasilkan BPK sebagai wujud nyata lembaga pemeriksa yang memberikan manfaat sesuai dengan International Standard of Supreme Audit Institutions (ISSAI) No. 12 tentang The Value and Benefits of SAI berupa hasil review atas pelaksanaan transparansi fiskal yang menunjukkan bahwa pemerintah telah memenuhi sebagian besar kriteria pilar transparansi fiskal dengan pencapaian level Advanced sebanyak 50 persen.
Sedangkan hasil review atas kemandirian fiskal daerah menunjukkan bahwa sebagian besar pemerintah daerah belum mandiri. Laporan tambahan lainnya adalah laporan review kesinambungan fiskal dimana laporan ini penting karena
menunjukkan kemampuan pemerintah dalam mempertahankan keuangan negara pada posisi yang kredibel serta dapat memberikan layanan kepada masyarakat dalam jangka panjang, dengan memperhatikan faktor-faktor kebijakan pendapatan dan belanja, pembayaran utang, faktor sosial ekonomi dan lingkungan di masa depan.
Pada hasil review atas kesinambungan fiskal menunjukkan bahwa pemerintah telah menyusun analisis kesinambungan fiskal jangka panjang yang mempertimbangkan skenario kebijakan fiskal, namun masih perlu didukung peraturan untuk menjamin keberlanjutan dan konsistensinya.