TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan dan pemerintah memastikan pelaksanaan program penempatan dana pemerintah hingga penyalurannya akan dilakukan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso berujar pemerintah telah menyiapkan skema yang rinci dimana pemberian pinjaman likuiditas itu akan ditempuh dengan langkah-langkah yang prudent.
Salah satunya pemberian likuiditas ini di bawah koordinasi Komite Stabilisasi Sistem Keuangan (KSSK) yang meliputi Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
“Misalnya untuk bank peserta yang mendapatkan penempatan dana adalah bank-bank yang sudah terbiasa menjadi supplier di pasar uang,” kata Wimboh, Senin 22 Juni 2020.
Dia menjelaskan program bantuan likuiditas ini pun berbeda dengan pinjaman antar bank yang biasanya umum dilakukan. Perbedaannya adalah dana likuiditas berasal dari pemerintah, serta tingkat bunga yang diberikan pun akan jauh lebih rendah. Sederet kriteria dan syarat yang ketat pun ditetapkan bagi lembaga jasa keuangan yang ingin mendapatkan pinjaman atau menjadi bank pelaksana.
“Yang diperkenankan meminjam adalah bank tertentu yang punya minimal tingkat penyangga likuiditas makroprudensial (PLM) di bawah 6 persen,” ujarnya.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) turut terlibat memitigasi risiko bank gagal dalam program penempatan dana pemerintah. Namun, kewenangan mitigasi risiko LPS tersebut hanya berlaku bagi bank jangkar atau bank peserta, atau tidak mencakup bank pelaksana. “LPS hanya menjamin dana pemerintah yang ada di bank peserta, nanti dari bank peserta ke bank pelaksana bersifat business to business,” ujar Ketua Dewan Komisioner LPS, Halim Alamsyah.
Halim mengatakan jika risiko gagal ada pada bank pelaksana yang menerima bantuan dana likuditas, maka opsi penyelesaian yang ditempuh dapat disepakati bersama antara bank peserta dan bank pelaksana. Sebelumnya, Halim pun mengingatkan setidaknya ada tiga risiko besar yang dihadapi perbankan di masa pandemi Covid-19, antara lain risiko pasar dan risiko likuiditas.
“Ini membuat perbankan perlu melakukan pencadangan yang di satu sisi akan memberatkan neracanya karena membuat profitabilitas menjadi lebih rendah dan terganggunya permodalan,” ujarnya.
Sementara itu, sejumlah bank nasional yang berpotensi menjadi bank peserta mulai menyiapkan diri untuk menjadi jembatan bantuan likuiditas tersebut. Salah satu di antaranya adalah adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri, Rully Setiawan mengamini jika prinsip kehati-hatian menjadi kunci dalam penerapannya nanti, mengingat risiko yang bakal ditanggung bank peserta.
“Kami siap untuk mendukung program pemerintah tersebut sepanjang dalam pelaksanaannya tetap prudent, seperti transaksi komersil dengan business partner lainnya,” kata dia. Adapun asesmen bank yang berhak mendapatkan pinjaman likuiditas tersebut akan dilakukan bank peserta bersama dengan OJK.