TEMPO.CO, Jakarta - PT Jasa Marga (Persero) Tbk. mencatat, sebanyak 361.932 kendaraan telah bergerak menuju arah Jakarta selama periode hari kedua Lebaran hingga H+5 Lebaran atau 25-30 Mei 2020. Angka itu turun 69,96 persen dari periode yang sama tahun lalu.
"Untuk distribusi lalu lintas menuju Jakarta, sebesar 34,6 persen dari arah timur; 34,3 persen dari arah Barat; dan 31,1 persen dari arah selatan," ujar Corporate Communication & Community Development Group Head Jasa Marga Dwimawan Heru, Ahad, 31 Mei 2020.
Dari arah timur, sebanyak 72.277 kendaraan di antaranya bergerak meninggalkan Jalan Tol Trans Jawa dan melewati Gerbang Tol (GT) Cikampek Utama. Sedangkan 52.788 kendaraan lainya tercatat melaju dari Jalan Tol Cipularang-Padaleunyi melalui GT Kalihurip Utama. Total kendaraan menuju Jakarta dari arah timur turun sebesar 83,23 persen dibandingkan dengan lalu-lintas Lebaran tahun 2019.
Sementara itu, dari arah barat, Jasa Marga juga mencatat kendaraan melalui GT Cikupa berjumlah 124.206 unit. Jumlah ini turun sebesar 55,13 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Kemudian dari arah selatan, kendaraan yang menuju Jakarta melalui GT Ciawi 2 tercatat sebesar 112.661 unit. Angka ini turun 38,32 persen dari Lebaran 2019.
Pemerintah sebelumnya telah memperpanjang masa pengawasan arus balik Lebaran hingga 7 Juni 2020. Kebijakan ini berlaku sesuai dengan tenggat masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang ditetapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Paling tidak, kami hambat arus kendaraan yang mau balik dan tidak punya izin," ujar Direktur Prasarana Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Edi Nursalam.
Edi mengungkapkan, selama masa pengawasan arus balik berlangsung, warga yang hendak melakukan perjalanan ke Jakarta mesti mengantongi syarat sesuai dengan yang ditetapkan Tim Percepatan Penanganan Covid-19, Kementerian Perhubungan, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Salah satu ketentuan yang dimaksud ialah warga harus menunjukkan hasil tes bebas Covid-19 serta memiliki surat izin keluar-masuk atau SIKM.
Kebijakan ini, ujar Edi, dilakukan untuk mencegah kembalinya pemudik-pemudik ilegal yang sebelumnya lolos dari jaring pengawasan petugas. "Kita perlu jaga orang yang memaksa mudik agar tidak kembali," ucapnya.
Lebih lanjut, Edi memprediksi puncak arus balik akan terjadi 31 Mei. Puncak arus balik, kata dia, perlu diwaspadai bukan hanya dari sisi darat, melainkan juga moda lain, seperti kereta api dan udara.