TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan atau OJK Wimboh Santoso mengatakan pinjaman pada bank pelaksana kepada bank peserta mendapatkan perlindungan jaminan. Risiko kredit dari penempatan likuiditas ke bank pelaksana, kata dia, juga telah dimitigasi dengan agunan kredit lancar dan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS.
"Nanti akan ada LPS. Jadi apabila bank pelaksana tidak bisa mengembalikan, nanti LPS akan memprosesnya. Ini skema yang pinjam bank pelaksana langsung," kata Wimboh dalam pertemuan virtual dengan media, Jumat, 15 Mei 2020.
Adapun pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 pada 11 Mei 2020. PP yang merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perpu Nomor 1 Tahun 2020 itu berisi tentang pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam rangka mendukung kebijakan keuangan megara untuk penanganan pandemi Covid-19.
Wimboh menilai PP itu tidak mengganggu kondisi likuiditas perbankan yang menjadi bank penyangga likuiditas atau bank pelaksana. Dia menuturkan skema penanganan kebutuhan likuiditas dipenuhi dari kapasitas internal bank terlebih dahulu melalui pasar uang antar bank(PUAB) atau repurchase agreement (REPO) atau PLJB Bank Indonesia sebelum mengajukan permintaan bantuan likuiditas dari pemerintah.
Dengan begitu, kata dia, pemerintah menempatkan dana yang ditujukan untuk memberikan dukungan likuiditas kepada perbankan di bank peserta.
"Ini kami sediakan apabila ada bank yang membutuhkan, kalau tidak ada alhamdulillah, tapi saya kira ada. Ini adalah skemanya," ujarnya.
Dia mengatakan dana pemerintah ditempatkan bank besar dan nanti ke bank pelaksana dialirkan. "Selanjutnya mereka bisa menggadaikan kredit ke bank peserta dan metodenya mengajukan kepada bank pemerintah," kata Wimboh.
HENDARTYO HANGGI