TEMPO.CO, Jakarta - PT Freeport Indonesia tengah mengajukan penundaan pembangunan smelter atau fasilitas pengolahan dan pemurnian di Gresik selama 1 tahun kepada Kementerian ESDM.
Meski terjadi penundaan progres pembangunan smelter, Direktur Utama PT Freeport Indonesia Tony Wenas menjamin tak akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada pekerja smelter Freeport Indonesia.
"Hal itu dikarenakan pekerja yang membangun smelter tersebut merupakan karyawan PTFI sehingga dapat difungsikan di bidang lain untuk sementara waktu," katanya, Selasa, 28 April 2020.
Selain itu, apabila permohonan dikabulkan Kementerian ESDM, penundaan pembangunan smelter diharapkan tak berdampak pada ekspor perusahaan.
Rekomendasi ekspor diberikan seiring progress pembangunan smelter. Tahun lalu, Freeport Indonesia mendapatkan kuota ekspor mencapai 746.953 wet ton konsentrat tembaga. Lalu tahun ini, Freeport Indonesia dapat mengekspor 1.069.000 wet ton konsentrat tembaga.
"Harapannya tetap disetujui penundaan pembangunannya. Ekspor tetap dilakukan, kami yakin bahwa ini kontribusi kepada negara. Kalau Freeport berhenti operasi maka akan berdampak pada keadaan ekonomi. Kami berharap untuk tetap produksi dan ekspor. Tentunya pemerintah perlu evaluasi secara berkala. Tentu ada parameter, tergantung ESDM bagaimana," tutur Tony.
Sebelumnya, President dan Chief Executive Officer Freeport McMoran Richard Adkerson menuturkan progres pembangunan smelter ini mengalami keterlambatan lantaran pembatasan pekerja di lapangan di Gresik dan masalah supply chain.
Namun demikian, Freeport berkomitmen membangun smelter sebagai bagian dari kesepakatan dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang ditekannya.
"Kami sudah memberitahu Pemerintah terkait keterlambatan ini dan kami sedang berdiskusi untuk memperpanjang batas waktu penyelesaian smelter yang disepakati di Desember 2023," ujarnya dalam Conference Call, akhir pekan lalu.
Sepanjang tahun ini, Richard memprediksi tidak akan ada investasi signifikan untuk proyek smelter karena adanya keterlambatan pembangunan. Freeport pun masih berkomitmen menjalankan pembangunan smelter di Gresik tersebut.
"Jika pemerintah tidak menyetujui perubahan lantaran kondisi terkini, kami akan memenuhi komitmen kami untuk membangun smelter," ucapnya.
Smelter Freeport Indonesia memiliki dua fasilitas yakni untuk mengolah konsentrat tembaga menjadi katoda tembaga dan fasilitas pemurnian logam berharga atau Precious Metal Refinery (PMR).
Smelter tembaga berteknologi outotec memiliki kapasitas input 2 juta ton konsentrat tembaga per tahun dan dapat menghasilkan katoda tembaga sebanyak 550 ribu ton per tahun. Untuk kapasitas fasilitas PMR bisa mengolah 6.000 lumpur anoda per tahun.
Adapun produk turunan yang bisa dihasilkan dari fasilitas PMR itu yakni emas, perak, platinum, paladium, selenium, bismut, dan timbal.
BISNIS