TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memangkas anggaran realokasi penanganan dampak pandemi virus corona atau Covid-19 bagi sektor industri menjadi Rp 75,77 miliar dari perencanaan realokasi sebelumnya sebesar Rp 113,15 miliar.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan hal itu terjadi karena ada pemangkasan pagu anggaran 2020 kementeriannya oleh Kementerian Keuangan. "Sehingga Kemenperin tak mempunyai alokasi yang cukup untuk direfocusing," kata dia saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR secara virtual, Selasa 28 April 2020.
Adapun pagu anggaran Kemenperin tahun 2020 semula sebesar Rp 2,95 triliun, dan dilakukan pemangkasan Kementerian Keuangan sebesar Rp 858 miliar. Sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) Kemenperin tersisa Rp 2,09 triliun.
Achmad menjelaskan, pihaknya akan menggunakan 79 persen dari total realokasi atau Rp 59,9 miliar untuk membantu penanganan sektor industri yang terdampak Covid-19 terutama diprioritaskan untuk industri kecil dan menengah atau IKM.
Selanjutnya untuk membantu pengembangan sentra IKM terdampak Covid-19 terutama untuk fasilitasi bahan baku dan bahan penolong sebesar Rp 11,35 miliar.
Lebih lanjut, Kemenperin akan membantu para pekerja yang terdampak pemutusan hubungan kerja atau PHK sebesar Rp Rp 33,61 miliar. "Di mana Rp 24,9 miliar merupakan anggaran yang berada di dana dekonsentrasi," ucap Achmad.
Lalu untuk pengembangan IKM yang terdampak Covid-19 dianggarkan Rp 3 miliar, dan terakhir untuk restrukturisasi mesin dan peralatan IKM digelontorkan Rp 11,94 miliar.
Adapun total realokasi tersebut berasal dari urunan sembilan unit eselon satu, terdiri Sekretariat Jenderal Rp 1,1 miliar, Ditjen Industri Agro Rp 105,25 juta, Ditjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Rp4,2 miliar, serta Ditjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATEe) Rp 2,9 miliar.
Lalu, Ditjen Industri Kecil, Menengah, dan Aneka Rp59,9 miliar serta Ditjen Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional Rp60 juta. Kemudian, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Rp 1,5 miliar, Badan Pengembangan SDM Industri Rp 5,7 miliar, dan Inspektorat Jenderal Rp 182,8 juta.