TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN Zulkifli Zaini menyebutkan penurunan beban listrik terjadi di hampir semua wilayah terutama di masa pandemi Corona. Pada sistem Jawa Bali sejak pekan ketiga Maret beban puncak menurun dibandingkan tahun lalu, kecuali pada saat libur nasional.
"Bali turun paling tinggi dari tempat lain, yaitu turun hampir 20 persen," kata Zulkifli, dalam rapat kerja secara virtual bersama Komisi VII DPR, Rabu, 22 April 2020. Sistem Jawa Bali mengalami perubahan energi dalam enam minggu terakhir. Di mana rata-rata penurunan terbesar minus 9,55 persen pada minggu kelima.
Baca Juga:
Untuk sistem Sumatera, terjadi perubahan energi dalam lima minggu terakhir. Tren penurunan berlangsung sampai minus 2,05 persen pada minggu kedua April.
Sedangkan sistem Kalimantan Barat, fluktuasi energinya berbeda. Tapi, kata dia, minggu kedua April minus 3,46 persen.
Untuk sistem interkoneksi Kalimantan masih mengalami pertumbuhan, namun jika dibandingkan 2019 kenaikan energinya tidak sebesar sebelum masa siaga Covid-19. Untuk sistem Sulawesi bagian Selatan, Minggu kelima terjadi penurunan sampai minus 3,27 persen.
Sementara itu sistem Sulawesi Utara terjadi perubahan energi turun sampai minus 5,69 persen pada minggu kelima. Sedangkan untuk sistem NTT walau pertumbuhan energi 4 minggu tumbuh, tapi minggu kelima terjadi penurunan cukup tajam minus 5,3 persen.
Akibat pandemi virus Corona atau Covid-19, konsumsi listrik turun sebesar 9,7 persen. Tiap konsumsi listrik turun 1 persen, artinya pendapatan perusahaan setrum negara itu turun sebesar Rp 2,8 triliun.
"Kalau kenyataannya penurunan demand listrik 10 persen, dampak ke pendapatan PLN sebesar Rp 28 triliun," ujar Zulkifli.
Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PLN sebelumnya mematok target penjualan sebesar Rp 256,7 triliun. Dengan asumsi penurunan permintaan listrik sebesar 9,7 persen, maka penjualan perusahaan akan berkurang sebesar Rp 35 triliun atau menjadi Rp 221,5 triliun.
"Itu yang terjadi akibat penurunan pada penjualan kami. Terkait pendapatan usaha, itu berbeda karena pendapatan usaha digabung dengan subsidi," kata Zulkifli.
Lalu pendapatan usaha dalam RKAP diproyeksikan mencapai Rp 301 triliun. Dengan asumsi penurunan demand listrik turun 9,7 persen, maka akan berdampak turunnya pendapatan usaha menjadi Rp 257 triliun.
Saat ini, kapasitas terpasang nasional mencapai 66,8 giga watt (GW). Untuk sistem Jawa-Bali kemampuan dayanya mencapai 37 GW dengan beban puncak yang mencapai 28 GW.
Sistem Jawa-Bali, lanjutnya, 72 persen dari PLN atau dengan kata lain revenue PLN sebesar 72 persen berasal dari sistem Jawa-Bali.
PLN pun sedang melakukan kajian dan mencari opsi untuk meminimalkan akibat dari penurunan permintaan listrik agar tak berdampak pada operasional PLN. "Kami akan sampaikan nanti opsi-opsinya,"
BISNIS