TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani mengatakan saat ini lima sampai enam bank telah mencoba merger dengan bank besar. Aksi korporasi ini dilakukan menyusul Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum.
Dalam beleid ini, OJK menaikkan modal inti minimum (MIM) perbankan dari saat inI Rp 100 miliar menjadi Rp 3 triliun pada 31 Desember 2020. Sehingga beberapa bank besar telah mengambil alih alias mengakuisisi keenam bank tersebut.
“Karena kalau mereka tidak bisa memenuhi sampai 2022, jadi BPR (Bank Perkreditan Rakyat),” kata Aviliani dalam diskusi online INDEF di Jakarta, Jumat, 10 April 2020.
Selain itu, Aviliani pun mengapresiasi aturan konsolidasi bank umum yang diterbitkan OJK ini. Aturan tersebut dinilai menunjukkan kesiapan OJK agar masyarakat tetap percaya pada sistem perbankan di tengah pandemi Covid-19 ini. Namun, Aviliani meminta OJK menambah sosialisasi aturan ini di masyarakat. “Karena sekarang, Grup WA lebih dipercaya orang,” kata dia.
Sebab saat ini, bank kecil tidak hanya dihadapkan dengan ketentuan modal inti yang naik, tapi juga likuiditas. Aviliani mengatakan likuiditas perbankan kecil saat ini memang cukup ketat dengan loan to deposit ratio (LDR) mencapai 97 persen. Meski demikian, Aviliani menyebut berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), kepercayaan nasabah terhadap bank-bank kecil ini masih cukup tinggi di tengah virus corona.
“Karena sampai hari ini, tidak ada perpindahan dana besar-besaran,” kata Aviliani. Kepercayaan ini, kata dia, muncul karena bank yang berskala kecil ini memang selalu menjaga likuiditas mereka.
Sementara itu sejak Rabu, 25 Maret 2020, ekonom senior lainnya yaitu Chatib Basri menilai saat ini likuiditas perbankan di Indonesia memang masih stabil. Akan tetapi, kata dia, pemerintah perlu bersiap dengan kemungkinan adanya liquidity crunch yang akan berdampak pada krisis perbankan yang sistemik.
Liquidity crunch adalah situasi ketika berkurangnya suplai dana tunai ke perbankan kecil, namun terjadi permintaannya justru tinggi. Dalam kondisi ini, perbankan kecil akan mengenakan bunga pinjaman yang tinggi kepada nasabah mereka.
Chatib mencontohkan situasi di mana nasabah bank tidak bisa membayar utang mereka ke perbankan dalam enam bulan hingga satu tahun ke depan akibat virus corona. Sehingga, tidak ada pembayaran dana tunai ke perbankan. Sementara, bank tetap harus membayar bunga deposit.
Aviliani sepakat liquidity crunch harus jadi perhatian pemerintah. Namun, komisaris independen Bank Mega ini mengatakan para pemilik bank sebenarnya sudah diundang OJK di tengah situasi Covid-19 ini. OJK pun menanyakan berapa daya tahan likuiditas bank kecil ini di tengah restrukturisasi kredit yang diperintahkan OJK. “Kalau restrukturisasi 50 persen, daya tahannya berapa? Kalau 75 persen berapa?” kata dia.