TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan mengeluarkan kebijakan menunda Pajak Penghasilan (PPh) 21 atau pajak karyawan. Saat ini, kata dia, dari sisi pembahasan teknis di Kemenkeu sudah 95 persen.
"Kami sudah lihat pengalaman 2008, kami sudah siapkan mekanisme, berhitung kalau kami berikan berapa bulan dan scope-nya berapa saja atau sektor yang ditarget apa saja, kami sudah kalkulasi," kata Sri Mulyani di Gedung Marie Muhammad Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Selasa, 10 Maret 2020.
Dia mengatakan terus berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan seluruh jajaran Kabinet Indonesia maju.
"5 persen sisanya keputusan timing dan harus dipresentasikan dulu," kata dia.
Menurut dia, hal itu merupakan stimulus untuk menangkis dampak wabah virus Corona atau Cofid 19. Selain itu, dia mengklain sudah memiliki skenario untuk menangkis dampak wabah dalam jangka pendek dan panjang.
"Kalau Corona hanya sampai maret, ini terjadi. Kalau sampai dengan Juni, dampaknya gini. Kalau sampai akhir tahun gini. Kami juga lakukan skenario itu," kata dia.
Amunisi, itu, kata dia, harus dijaga berdasarkan berdasarkan skenario. Namun dia memastikan pemerintah hadir dan responsif, dan waspada terhadap kondisi yang terjadi.
Sebelumnya Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono menjelaskan bahwa kebijakan ini akan menstimulus arus barang ekspor dan impor dari negara lain, mengingat aktivitas perdagangan dengan Cina yang terganggu akibat virus corona.
"Kami akan keluarkan dalam waktu dekat ini karena dengan situasi seperti ini ada keterbatasan dengan Tiongkok. Ini adalah peluang. Stimulus akan kami keluarkan kebijakan dalam waktu dekat. Intinya kami adakan percepatan ekspor dan impor," kata Sesmenko Susiwijono pada konferensi pers Stabilisasi Harga dan Ketersediaan Barang Kebutuhan Pokok di Jakarta, Selasa, 3 Maret 2020.
Susiwijono menjelaskan kebijakan ini telah dirumuskan oleh Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto. Kebijakan segera dirilis dalam waktu dekat setelah koordinasi selesai dan disepakati.
Empat kebijakan tersebut, yakni pertama, pemerintah akan menyederhanakan aturan larangan pembatasan atau tata niaga terkait ekspor, mulai dari aturan Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK), "health certificate" dan surat keterangan asal.
"Intinya, seluruh aturan tata niaga ekspor diminta (Presiden) disederhanakan dan kalau tidak perlu, dihapuskan. Siang ini jajaran Kemendag dan kementerian/lembaga lain membahas simulasinya," kata Susiwijono.
Kedua, pemerintah mengurangi larangan pembatasan tata niaga terhadap impor, terutama impor bahan baku. Pengurangan pembatasan impor bahan baku ini supaya tidak terkendala di dalam proses impornya.
Kebijakan ketiga, pemerintah akan melakukan percepatan proses impor terhadap 500 importir terpercaya (reputable importer) untuk memperlancar pemasukan bahan baku dan bahan penolong industri.
Keempat, pemerintah akan mengurangi biaya logistik dan melakukan efisiensi dalam proses distribusi barang. Dalam hal ini, pemerintah mendorong integrasi Indonesia National Single Window (INSW) dengan Inaportnet melalui pembentukan National Logistics Ecosystem untuk mengurangi biaya logistik di pelabuhan.
HENDARTYO HANGGI | ANTARA