TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bakal mendesain ulang kebijakannya tentang penerapan cukai plastik. Perubahan ini akan dilakukan setelah Komisi Keuangan DPR memutuskan untuk menyetujui tarif cukai untuk kantong plastik belanja atau kresek, sekaligus meluas hingga produk plastik.
“Sesuai dengan persetujuan DPR, kami akan melakukan lagi redesigning policy” kata Sri Mulyani usai rapat bersama Komisi Keuangan DPR di Gedung DPR, Rabu, 19 Februari 2020.
Dalam rapat ini, Sri Mulyani sebenarnya hanya mengusulkan kembali tarif cukai untuk plastik kresek sebesar Rp 30 ribu per kilogram atau Rp 200 per lembar. Tujuannya untuk mengendalikan konsumsi kresek yang kini menyumbang 60 persen lebih pencemaran lingkungan.
Dengan usulan ini, maka orang yang berbelanja di supermarket akan ditagih Rp 200-Rp 500 jika ingin mendapatkan kantong plastik kresek. Uang itu masuk ke produsen maupun importir kresek. Lalu, barulah pemerintah menarik cukai kresek dari kedua pelaku bisnis ini.
Komisi Keuangan DPR sepenuhnya sepakat dengan usulan ini, meski sempat ada tentangan dari sejumlah anggota. Tapi dalam kesimpulan rapat, DPR sepakat objek yang dikenai cukai pun diperluas hingga produk plastik. Artinya, Sri Mulyani sudah mendapat izin DPR untuk memungut cukai pada produk seperti botol minuman dan kemasan makanan berbahan dasar plastik.
Itulah sebabnya, Sri Mulyani akan mengkaji terlebih dahulu tarif cukai untuk produk plastik selain plastik kresek. Sebab, kondisi ekonomi saat ini tengah melemah. Sri Mulyani tak ingin kebijakan cukai plastik ini menimbulkan beban baru bagi perekonomian nasional.
Sementara itu, anggota Komisi Keuangan DPR dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Byarwati mengingatkan Sri Mulyani soal waste management atau pengelolaan sampah plastik. Anis tak ingin pemerintah hanya berkutat pada cukai, tapi tidak menyertakan pengelolaan sampah yang baik. “Ini harus dipikirkan juga,” kata dia.