TEMPO.CO, Jakarta - Pendiri Lion Air Group, Rusdi Kirana, mengatakan maskapainya tak terlalu terpengaruh kebijakan penutupan penerbangan rute dari dan ke Cina akibat mewabahnya virus corona baru. Sebab, menurut dia, porsi frekuensi penerbangan rute Negeri Tirai Bambu terhitung kecil.
"Frekuensinya kecil banget. Jadi, (kebijakan) penutupan penerbangan ke Cina itu enggak masalah," ujar Rusdi saat ditemui di kantor Kementerian Perhubungan pada Senin petang, 17 Februari 2020.
Saat ini, Lion Air Group memiliki rute penerbangan langsung ke Cina sebanyak 30 penerbangan per pekan. Maskapai berlogo singa merah itu menerbangi beberapa kota di Negeri Tirai Bambu, termasuk Kota Wuhan--tempat kasus virus corona baru pertama kali ditemukan.
Setelah Kementerian Perhubungan menutup rute penerbangan ke Cina untuk sementara, Rusdi mengatakan manajemen telah menyiapkan mitigasi. Salah satunya, kata dia, dengan mengalihkan slot penerbangan dari dan menuju Cina ke rute-rute domestik.
Rusdi mengakui maskapai Lion Air Group memiliki pangsa pasar yang besar untuk rute perjalanan dalam negeri. Sehingga, saat penerbangan ke Cina ditutup, maskapai dapat mengandalkan pertumbuhan penumpang di Tanah Air.
Lion Air Group membatalkan 30 penerbangan per pekan ke Cina mulai 3 Februari 2020. Managing Director Lion Air Group Daniel Putut beberapa waktu lalu menyatakan perusahaannya tengah menghitung potensi kerugian akibat adanya kebijakan penutupan rute penerbangan ke dan dari Cina.
"Kami masih hitung potential loss-nya, kira-kira pembatalannya sampai kapan. Saat ini kami belum tahu angkanya," tuturnya saat ditemui di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu, 5 Februari.
Adapun Kementerian Perhubungan belum membuka kembali izin penerbangan dari dan ke Cina pasca-mewabahnya virus corona. Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Novie Riyanto saat ini tak dapat memperkirakan waktu pasti pemulihan rute tersebut dilakukan.
"Kami belum tahu ini sampai kapan. Tentu setelah permasalahan (virus) bisa diatasi," tutur Novie.
Dalam mengambil kebijakan penerbangan, Kementerian Perhubungan menunggu rekomendasi dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Luar Negeri. Kementerian Perhubungan juga masih menunggu informasi terkini dari Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization terkait status darurat yang sebelumnya dicanangkan.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA