TEMPO.CO, Jakarta-Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono menegaskan, pihaknya dalam menyusun Rancangan Undang-Undang atau RUU Cipta Kerja (RUU Ciptaker) telah mempertimbangkan prinsip-prinsip desentralisasi dan otonomi daerah. Hal itu pun telah sesuai dengan semangat yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B mengenai Pemerintahan Daerah.
“RUU Ciptaker justru disusun berlandaskan semangat desentralisasi. Kita ingin mengatur bahwa setiap layanan perizinan yang diselenggarakan oleh kementerian, lembaga negara, dan pemerintah daerah di seluruh Indonesia harus sesuai dengan standar layanan yang telah kita tetapkan,” kata Susiwijono melalui pernyataan tertulis, Senin, 17 Februari 2020.
Draf Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja telah diserahkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto kepada Ketua DPR Puan Maharani pada Rabu, 12 Februari 2020.
Setelah menyerahkan kepada DPR, kata Susiwijono, pemerintah pusat akan segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) pelaksanaan RUU Ciptaker yang mengatur mengenai norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK). Tujuannya adalah agar terdapat standarisasi pelayanan penerbitan perizinan usaha oleh kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah.
“Jadi kewenangan penerbitan perizinan berusaha pada prinsipnya ada di pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yang pelaksanaannya berdasarkan NSPK yang ditetapkan oleh Presiden,” ujar Susiwijono.
Ia juga menjelaskan, konsepsi RUU Ciptaker ini berkaitan dengan semua penerbitan perizinan berusaha akan dilakukan melalui Sistem Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik seperti yang biasa dikenal dengan sistem Online Single Submission (OSS).
Penyederhanaan perizinan berusaha melalui sistem elektronik dilakukan untuk menyesuaikan dengan era digital saat ini. “Perizinan berusaha yang terintegrasi dan dilakukan secara elektronik dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, 24/7,” jelas Susiwijono.
Susiwijono menuturkan, perizinan berbasis elektronik ini telah direkomendasikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai salah satu langkah pencegahan korupsi, sesuai Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi.
EKO WAHYUDI