TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak mentah pada akhir perdagangan Rabu atau Kamis pagi WIB tercatat naik lebih dari tiga persen. Kenaikan harga komoditas emas hitam itu terjadi usai Cina melaporkan jumlah terendah harian kasus Virus Corona baru sejak akhir Januari 2020.
Laporan Cina itu kemudian memicu investor berharap bahwa permintaan bahan bakar di konsumen minyak terbesar kedua di dunia itu mulai pulih. Reuters menyebutkan harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April naik US$ 1,78 atau 3,3 persen menjadi US$ 55,79 per barel.
Sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret ditutup US$ 1,23 atau 2,5 persen lebih tinggi menjadi US$ 51,17 per barel. Angka-angka itu tercatat tertinggi untuk kedua kontrak berjangka sejak Januari.
Sebelumnya Amerika Serikat melaporkan persediaan mingguan minyak mentah yang lebih besar dari perkiraan karena diimbangi oleh penurunan stok bahan bakar. Badan Informasi Energi AS (EIA) menyebutkan persediaan minyak mentah AS naik 7,5 juta barel pekan lalu, ketimbang ekspektasi analis dalam jajak pendapat Reuters untuk kenaikan tiga juta barel.
John Kilduff, seorang mitra di Again Capital di New York, berpendapat hal itu menunjukkan permintaan bensin mulai rebound. "Dan penarikan moderat dalam bahan bakar sulingan membantu mengimbangi bearish, mengangkat minyak mentah," ucapnya.
Menurut data hingga Selasa lalu, 12 Februari 2020, tingkat pertumbuhan kasus Virus Corona baru di Cina telah melambat ke level terendah sejak 30 Januari. Namun, para pakar internasional tetap berhati-hati dalam meramalkan kapan wabah akan berakhir.
"Laporan dari Cina menunjukkan pengurangan jumlah kasus virus baru yang memaksa akumulasi tambahan di berbagai kelas aset hari ini," Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates di Galena, Illinois. Hal ini tergambar dalam sebuah laporan yang memperlihatkan saham energi meningkat di tertinggi baru di pasar saham.
Pembatasan perjalanan ke dan dari Cina dan karantina juga telah mengurangi penggunaan bahan bakar. Dua kilang terbesar Cina sudah berencana mengurangi pemrosesan sekitar 940.000 barel per hari (bph) sebagai akibat dari penurunan konsumsi, atau sekitar tujuh persen dari proses pengolahan tahun 2019 mereka.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) pun memangkas perkiraan pertumbuhan global dalam permintaan minyak karena Virus Corona sebesar 230 ribu barel per hari. Angka itu berdasarkan penilaian yang cukup moderat dibandingkan dengan prediksi lainnya.
ANTARA