Tempo.Co, Jakarta - Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Manajemen Strategis Otoritas Jasa Keuangan Anto Prabowo mengatakan lembaganya tidak berwenang menjawab soal kepastian pengembalian polis para nasabah PT Asuransi Jiwasraya.
"Itu ranah pemilik, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, tapi kami tetap punya peran untuk memfasilitasi penyehatan," ujar dia melalui sambungan telepon kepada Tempo, Kamis malam, 6 Februari 2020.
Selain itu, Anto mengatakan saat ini juga tengah ada audit investigasi audit Badan Pemeriksa Keuangan dan proses hukum oleh Kejaksaan Agung. "Artinya kalau mau cari siapa yang bertanggung jawab silakan saja nanti melalui proses BPK dan Kejaksaan Agung."
Anto mengakui bahwa perlu ada perbaikan pengawasan dari lembaganya. Namun, ia membantah bahwa lembaganya tidak melakukan pengawasan kepada Jiwasraya. Menurut dia, OJK telah mengawasi Jiwasraya sejak 2013 saat mendapatkan pengalihan dari Bapepam-LK.
Saat itu, OJK menyetop reasuransi, disamping meminta Kementerian BUMN melakukan langkah penyehatan berkelanjutan. "Itu kan tanggung jawab pemilik. OJK perannya memfasilitasi, misalnya kalau lagi penyehatan kan RBC-nya tidak perlu 120 persen. Itu kami lakukan terus," tutur Anto.
Selanjutnya, perkara penempatan investasi, OJK merasa tidak memiliki kewenangan di sana. Anto mengatakan penempatan investasi adalah tanggungjawab manajemen. Serta, manajemen memiliki risk appetite masing-masing.
"Ada adagium high risk high return, meski OJK punya panduan dan batasan untuk investasi saham dan reksadana. Tapi, jenis saham dan reksandananya adalah risk appetite manajemen," tutur Anto. "Kami meminta laporan hasilnya apakah sudah benar belum risk appetite dengan realisasinya. Kalau pendapatan melorot akan kami tanyakan ke manajemen. Itu lah peran OJK."
Sebelumnya, korban gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mengaku tak puas dengan hasil pertemuannya dengan Otoritas Jasa Keuangan. Sebabnya, tak ada solusi keluar dari pertemuan itu. Mereka pun meminta ada pertemuan lagi pada 12 Februari 2020.
Salah satu nasabah yang ikut dalam pertemuan tersebut, Haresh Nadwani, mengatakan perwakilan OJK yang menemukan mereka bukanlah pejabat tingkat pengambil kebijakan. "Jadi dia hanya mendengar saja tidak memberi jawaban," ujar Haresh selepas pertemuan di Kantor Otoritas Jasa Keuangan, Gedung Wisma Mulia II, Jakarta, Kamis, 6 Februari 2020.
Para nasabah Jiwasraya itu menggelar pertemuan sekitar tiga jam dengan pihak OJK, sejak sekitar pukul 13.30 WIB hingga pukul 16.30 WIB. Sebelum pertemuan terjadi sempat terjadi silang pendapat antara pengelola gedung serta petugas keamanan dengan mereka yang menyebabkan akses masuk menuju Kantor OJK yang berada di Lantai 12 itu sangat ketat.
Haresh telah menyampaikan sebuah surat lagi kepada OJK agar mereka bisa dipertemukan dengan pejabat tinggi lembaga pengawas industri jasa keuangan tersebut. Salah satu pejabat yang ingin mereka temui adalah Komisioner sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK Riswinandi. Hari ini, kata dia, Riswinandi tengah tak berada di kantornya.
"Karena itu kami sudah bikin surat lagi untuk ketemu mudah-mudahan, kami minta untuk ketemu pada 12 Feruari ini, kami sudah antarkan suratnya dan sudah ada tanda terimanya, meski mereka belum memastikan bisa atau tidak bisa, mereka akan mengabari lagi," ujar Haresh. Ia sangat berharap di pertemuan berikutnya pengambil kebijakan bisa hadir agar mereka bisa mencapai solusi.
Haresh mengatakan di pertemuan itu rombongannya hanya meminta satu hal saja, yaitu agar dana mereka bisa segera dibayar. Ia mengaku tak begitu memedulikan kalau saat ini masih ada perkara hukum yang bergulir. "Biar mereka saja yang urus di belakang layar, tapi mereka hanya menampung saja, kami dipingpong, tendang kiri dan kanan."
Menurut Haresh, kalau saja dulu OJK sudah melaksanakan tugasnya dengan baik, khususnya dalam hal pengawasan, persoalan ini bisa jadi tak berkepanjangan. "Mereka mengakui dari tahun 2013, mereka tahu Jiwasraya rugi dan tidak sehat, kalau sudah tahu kenapa diizinkan jual produk baru ini, kan sama juga mereka terlibat menjual produk yang busuk."