TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki menyatakan produk ekspor UMKM Indonesia kalah berkembang dengan negara lain, seperti Cina, lantaran kurang variatif. Dampaknya, kontribusi ekspor UMKM Indonesia cenderung kecil, yakni hanya menyentuh 14,37 persen.
"Produk UMKM (Indonesia) hanya kripik, akik, batik. Kalau hanya di situ-situ saja, tidak mungkin UMKM Indonesia akan naik kelas," ujar Teten di Bank Indonesia, Sabtu, 1 Februari 2020.
Adapun di Cina, produk UMKM telah menjadi kontributor terbesar dalam pasar ekspor, yakni mencapai 70 persen. Sedangkan kontribusi ekspor UMKM di negara lain, seperti Korea, tercatat mencapai 60 persen. Kemudian, Thailand 50 persen, Malaysia 20 persen, dan Vietnam 17 persen.
Teten menjelaskan, pelaku UMKM saat ini tengah didorong untuk mulai serius menggarap sektor produksi lain. Misalnya komoditas unggul buah segar agar bisa bersaing dengan produk-produk usaha besar, bahkan bersaing dengan produk impor.
Untuk mendukung UMKM naik level dan meningkatkan kualitas produksi, Teten mengatakan kementeriannya akan meminta pelaku usaha kecil dan menengah mulai merambah pasar modal. Saat ini, dari 60 ribu UMKM, baru 70 pelaku yang masuk bursa.
Menurut Teten, dengan terjun ke pasar modal, pengusaha kecil dan menengah akan memperoleh pembiayaan dengan skema non-perbankan yang lebih menguntungkan. "Saat ini papan akselerasi sudah ada di bursa. Kita tinggal mendukung supaya lebih diefektifkan," tuturnya.
Selain itu, Teten memikirkan cara lain untuk mendorong UMKM memperoleh pendanaan. Misalnya dengan crowd funding atau skema penggalangan dana.
"Kami sudah bicaraan dengan OJK karena alternatif ini mungkin lebih aman sehingga UMKM tak harus IPO (initial public offering/pencatatan saham perdana)," ujarnya.