Belakangan, pengelolaan investasi dari dana milik nasabah ditengarai bermasalah. Indikasi kecurangan tergambarkan jika menilik janggalnya pola investasi di saham dan reksa dana saham sedekade terakhir. Kejanggalan ini diungkap BPK empat tahun lalu, yakni soal pembelian saham-saham lapis kedua dan ketiga yang tak disertai kajian memadai. Transaksinya dikelola lewat 14 perusahaan manajer investasi.
Agung Firman Sampurno mengatakan Jiwasraya sebetulnya telah melepas saham dan reksa dana jeblok itu sesuai dengan rekomendasi BPK pada 2016. Namun perusahaan kembali membeli instrumen keuangan yang sama pada tahun berikutnya. “Mereka melakukan transaksi itu lagi,” ujar Agung.
Skandal investasi Jiwasraya ini memancing pertanyaan besar tentang peran Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga independen pengawas industri jasa keuangan. Seorang mantan petinggi Bursa Efek Indonesia mengaku dulu sudah membicarakan bahaya penempatan dana Jiwasraya pada saham berisiko tinggi dengan sejumlah pejabat lembaga independen itu.
OJK menyatakan timnya telah memanggil manajemen Jiwasraya untuk mengevaluasi saham yang sudah lama bermasalah. Pada 2017, kata juru bicara OJK, Sekar Putih Djarot, lembaganya tak menemukan saham dan reksa dana saham yang melebihi batas investasi, yakni 10 persen saham untuk setiap emiten dan 20 persen reksa dana pada setiap manajer investasi. Menurut OJK, transaksi aset investasi Jiwasraya menjadi tanggung jawab direksi. “OJK hanya melakukan pengawasan berbasis risiko,” ujar Sekar.
Menteri BUMN Erick Thohir memastikan kementeriannya siap mendampingi BPK dan Kejaksaan Agung dalam penyelesaian kasus Jiwasraya. Pada saat yang sama, Kementerian BUMN telah menyiapkan langkah agar nasabah mendapat kepastian mengenai nasib dananya. “Kami tidak mau dianggap melarikan diri,” tutur Erick.
Dia menegaskan, pemerintah tak akan menggelontorkan dana talangan (bail out) kepada Jiwasraya. “Tapi juga tidak akan membangkrutkannya.”
PUTRI ADITYOWATI | KHAIRUL ANAM | CAESAR AKBAR
Simak laporan lengkapnya di Majalah Tempo.