TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyayangkan rencana Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengambil alih proses perizinan edar obat yang semula ditangani Badan Pengawasan Obat dan Makanan atau BPOM.
Tulus menilai pengambilalihan pengawasan pra pasar dari BPOM sebagai suatu kemunduran. Karena nantinya, BPOM hanya fokus pada pengawasan pasca pasar saja atau post market control. "Wacana Menkes Terawan ini sungguh tidak menawan. Dengan menarik kembali pengawasan pra pasar ke ranah Kemenkes ini sebuah kemunduran," kata Tulus, Selasa, 26 November 2019.
Baca Juga:
Oleh sebab itu, kata Tulus, wacana itu tidak perlu dilanjutkan karena merupakan langkah mundur yang amat serius. Dengan keputusan itu, langkah Terawan mengandung tiga cacat sekaligus yakni: cacat yuridis, politis, dan sosiologis.
Tulus menjelaskan, dengan pengambilalihan izin edar menjadi di bawah Kementerian Kesehatan, artinya rezim pengawasan akan kembali ke era lama. Di era lama BPOM masih berupa Dirjen POM (di bawah Kemenkes).
Selain itu, pengawasan pra pasar oleh Kemenkes justru akan memperlemah pengawasan itu sendiri dan pada akhirnya akan memperlemah perlindungan pada konsumen. "Jika pengawasan pre market control dan post market control terpisah, maka upaya untuk law enforcement oleh BPOM akan mandul. Sebab perizinan dan semua data ada di Kemenkes, bukan di BPOM," kata Tulus.
Secara politis, menurut Tulus, pengambilalihan perizinan edar obat itu juga tidak sejalan dengan kebijakan Presiden Jokowi yang sejak awal ingin memperkuat kelembagaan BPOM. "Yang artinya untuk memperkuat pengawasan, baik pre market control dan atau post market control," ucapnya.
Pengawasan pre market control oleh Kemenkes, menurut Tulus, pun tidak sejalan dengan spirit otonomi daerah. Sebab, dengan semangat otonomi daerah, tak ada lagi garis komando Kementerian Kesehatan dengan Dinas Kesehatan di daerah tidak ada lagi garis komando. Yang ada adalah garis komando Dinas Kesehatan di bawah pemerintah daerah.