TEMPO.CO, Jakarta - Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Oktober 2019 tercatat sebesar US$ 126,7 miliar. Cadangan devisa ini naik sebesar US$ 2,4 miliar dari posisi pada akhir September 2019 yang sebesar 124,3 miliar dolar AS.
Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,4 bulan impor atau 7,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. "Di atas standar kecukupan internasional yang sekitar 3 bulan impor, kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Onny Widjanarko dalam siaran pers di Jakarta, Kamis 7 November 2019.
Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Menurut Onny, peningkatan cadangan ini terutama dipengaruhi oleh penerbitan global bond pemerintah, penerimaan devisa migas, dan penerimaan valas lainnya.
Ke depan, kata Onny, Bank Indonesia memandang cadangan devisa tetap memadai dengan didukung stabilitas dan prospek ekonomi yang tetap baik.
Sebelumnya, pada akhir ptember 2019 cadangan devisa September sempat anjlok. Dari posisi US$ 126,4 miliar pada Agustus, menjadi US$ 124,3 miliar.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance atau Indef Bhima Yudhistira Adinegara menilai turunnya cadangan devisa itu harus menjadi perhatian pemerintah. "Cadangan devisa bulan September yang mengalami penurunan perlu menjadi perhatian karena tekanan dari sisi arus modal portfolio mulai berkurang," kata Bhima melalui pesan singkat kepada Tempo, Senin, 7 Oktober 2019.
Adapun hal yang mempengaruhi penurunan cadangan devisa menurut Bhima ada dua, yakni eksternal dan internal yang sama-sama berpengaruh. "Seperti faktor eksternal terdiri dari ketidakpastian perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina. Lalu isu resesi dan instabilitas geopolitik di Hongkong juga memengaruhi kepercayaan investor portfolio untuk masuk ke negara berkembang," ujarnya.
ANTARA | EKO WAHYUDI