Selama ini, ketiga urusan ini, yaitu penegakan hukum, pencegahan, dan pembukaan lahan tanpa bakar telah dilakukan, meski masih ditemui banyak masalah. Untuk hal penegakan hukum misalnya, Wahyu menyarankan agar pemerintah bisa ikut menagih tanggung jawab korporasi yang lahannya terbakar, tak hanya sanksi administratif.
Tanggung jawab korporasi atas kebakaran hutan ini telah diatur dalam dua regulasi yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun dalam praktiknya, belum banyak tanggung jawab ini yang dijalankan. "Bahkan ada yang sudah dihukum ganti rugi, belum dibayarkan," kata dia.
Lalu untuk masalah dana reboisasi, Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) sempat membeberkan temuan mereka. Manajer FITRA Ervyn Kaffah mengatakan lembaganya telah menerbitkan kajian soal pemanfaatan dana reboisasi ini, sala satunya di Provinsi Riau, daerah dengan kebakaran terluas di Indonesia pada 2019. Dari kajian tersebut, FITRA menemukan penggunaan dana reboisasi ternyata belum maksimal. “Serapannya rendah,” kata dia pada 27 September 2019.
Ia mencontohkan, Kabupaten Pelalawan, Riau yang mendapat alokasi dan reboisasi sebesar Rp 90,5 miliar pada 2018. Ternyata, Ervyn menyebut dana ini hanya terserap 19 persen saja, atau sekitar Rp 17,19 miliar. Pelalawan sendiri merupakan salah satu daerah tempat terjadinya kebakaran hutan, yang kemudian dikunjungi Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 18 September 2019.
Peneliti Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Joko Tri Haryanto membenarkan jika serapan DBH Dana Reboisasi ini masih rendah. "Duitnya sudah ada, tapi mereka (pemerintah daerah) seperti gak tahu, apakah disengaja atau tidak, tidak bisa merumuskan kegiatan (pencegahan kebakaran hutan) yang baik,” kata dia.
Joko memastikan dana reboisasi belum seluruhnya digunakan oleh pemerintah daerah untuk melakukan pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Sehingga, sebagian dana yang tidak terserap tersebut hanya menjadi dana menganggur di perbankan. Namun, Joko tidak bersedia mengatakan berapa besar dana yang menganggur tersebut. “Saya tidak bisa katakan, itu di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (Kemenkeu) yang bisa menyampaikan,” kata dia.
Lalu untuk pembukaan lahan tanpa bakar, Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo membenarkan hal ini sebagai salah satu faktor utama penyebab kebakaran hutan terus berulang setiap tahunnya, selain faktor cuaca pada musim kering.
Kegiatan pembakaran ini masih terjadi sampai saat ini. Padahal, menghentikan pembukaan lahan tanpa bakar merupakan salah satu cara pencegahan yang dicanangkan pemerintah dalam Grand Design Pencegahan Kebakaran Hutan, Kebun, dan Lahan, 2017-2019 yang diterbitkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada akhir 2016. “Bahkan beberapa waktu lalu ada demo di Kalimantan karena ada larangan membuka lahan pakai cara membakar,” kata Agus saat dihubungi di Jakarta, Sabtu, 19 Oktober 2019.
Ahad 20 Oktober 2019, Jokowi bakal dilantik untuk menjabat sebagai presiden lima tahun lagi, 2019-2014. Bersamaan dengan itu, sejumlah warga di Palembang, Sumatera Selatan dan beberapa daerah lain di Kalimantan pun, masih terus menderita akibat asap kebakaran hutan yang tak kunjung reda.
Luas Indikatif Area Kebakaran Hutan dan Lahan (Hektare)
2015: 2.611.411 (1.720.136 hutan mineral dan 891.275 hutan gambut)
2016: 438.363 (340.576 hutan mineral dan 97.787 hutan gambut)
2017: 165.483 (151.929 hutan mineral dan 13.555 hutan gambut)
2018: 529.266 (385.224 hutan mineral dan 125.340 hutan gambut)
Januari-Agustus 2019: 328.724 (239.161 hutan mineral dan 89.563 hutan gambut)
Sumber: hasil interpretasi Citra Landsat, Karhutla Monitoring System, KLHK
FAJAR PEBRIANTO | ANTARA