TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rosan Perkasa Roeslani mengatakan bahwa tahun depan pengusaha tak ada yang bakal melakukan ekspansi besar-besaran. Hal ini sejalan dengan sinyal dari Dana Moneter Internasional atau IMF yang memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia.
"Tentunya ini kan menjadi sinyal juga kepada kami dunia usaha maupun pemerintah. Kami tahu kalau demand akan flat tentunya, para pengusaha tidak akan ekspansi besar-besaran," kata Rosan ditemui di Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu 16 Oktober 2019.
Meski ekonomi dunia melambat, kata Rosan, dia memperkirakan sejumlah bidang usaha masih tetap akan tumbuh. Misalnya, dia merujuk pada industri manufaktur yang meski tak setinggi tahun sebelumnya, namun tetap berada pada tren pertumbuhan. Kendati demikian, beberapa bidang lain dipastikan bakal mengalami pelambatan.
IMF sebelumnya merilis laporan berjudul World Economic Outlook edisi Oktober 2019. Dalam laporan itu, IMF menulis proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang menjadi 3 persen. Angka ini direvisi ke bawah dari perkiraan pada Juli 2019 sebesar 3,2 persen. Sedangkan pada 2020 ekonomi dunia diperkirakan hanya tumbuh 3,4 persen dari yang sebelumnya 3,6 persen.
Khusus Indonesia, pertumbuhan ekonominya diperkirakan hanya bisa berada pada kisaran 5 persen sampai akhir 2019. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan proyeksi pada Juli 2019 sebesar 5,2 persen. Sementara itu, sepanjang 2020 diperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya bisa menyentuh 5,1 persen.
Rosan melanjutkan, adanya proyeksi ekonomi yang dilakukan oleh IMF tersebut tentunya sangat baik. Sebab, dengan adanya proyeksi itu, membuat industri dan pelaku usaha bisa mengantisipasi adanya kejadian yang tidak diinginkan.
Selain itu, bagi pemerintah dan pengambil kebijakan, tentunya bisa menjadi basis yang sahih dalam membuat keputusan di bidang ekonomi. Apalagi sejak dahulu bidang ekonomi memang sering mengalami fase naik dan turun.
Karena itu, dia berharap pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan yang sifatnya merelaksasikan, dengan memberikan insentif baik secara fiskal maupun moneter yang diperlukan. Namun, saat ekonomi sudah kembali membaik pemerintah bisa mengencangkan kembali kebijakan ekonominya.
"Jadi musti tau nih ekonomi lagi naik, ekonomi turun jadi disesuaikan gak bisa satu kebijakan untuk satu keadaan ekonomi yang sama," kata Rosan.
Lebih lanjut, Rosan menilai, saat ini pemerintah telah melakukan antisipasi di tengah proyeksi pertumbuhan ekonomi yang melambat. Misalnya dari sisi fiskal, pemerintah telah memberikan pengurangan pajak berganda untuk vokasi sampai 200 persen.