TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan pemerintah merealisasikan pembiayaan utang melalui Surat Berharga Negara (SBN) hingga mencapai 90 persen dari target dan berencana menarik utang luar negeri lebih dari target dinilai tak otomatis memicu defisit APBN melebar.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah. Ia mengatakan pinjaman luar negeri memiliki dua fungsi. Fungsi pertama pinjaman luar negeri adalah untuk menambah surplus neraca modal di tengah kondisi neraca transaksi berjalan yang saat ini mengalami defisit sebesar 3 persen dari PDB.
Adapun fungsi kedua utang luar negeri adalah untuk menjaga hubungan dengan menciptakan rujukan bagi pasar pinjaman luar negeri. Dua hal itu yang menjadi landasan mengapa pemerintah masih menarik pinjaman luar negeri meski saat ini pemerintah terus memprioritaskan SBN.
Terkait dengan defisit, Piter menilai perlu dipastikan terlebih dahulu seberapa besar selisih antara target dan realisasi penerimaan pajak. "Defisit dapat diyakini melebar berdasarkan proyeksi besarnya shortfall atau tidak tercapainya penerimaan pajak," ujarnya, Ahad, 13 Oktober 2019.
Apabila penerimaan pajak dan defisit APBN memang diproyeksikan melebar, maka pemerintah berpotensi untuk menarik utang lebih banyak baik melalui SBN maupun utang luar negeri. Walhasil, kata Piter, utang pemerintah bisa jadi dari luar maupun dalam negeri. "Prioritas utang domestik melalui SBN tetapi di sisi lain pemerintah akan tetap melakukan utang luar negeri," ujarnya.
Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan per 9 Oktober 2019 menunjukkan bahwa penarikan utang melalui SBN secara bruto sudah mencapai Rp 759,22 triliun. Angka itu setara dengan 90,19 persen dari target sebesar Rp 841,78 triliun.
Secara netto, penarikan utang melalui SBN telah mencapai Rp 354,63 triliun atau 92,88 persen dari target yang mencapai Rp 381,83 triliun. Utang luar negeri dalam bentuk tunai diproyeksikan meningkat dari target sebesar Rp 30 triliun menjadi Rp 44,16 triliun atau 147,2 persen dari target.
Laporan semester I APBN 2019 menuliskan bahwa pemerintah telah menjajaki potensi penarikan pinjaman tunai sebesar US$1 miliar hingga US$2 miliar yang rencananya akan ditarik pada kuartal IV/2019. Pinjaman tersebut berfungsi sebagai buffer untuk pembiayaan.
Sebelumnya, Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan DJPPR Riko Amir mengungkapkan bahwa penarikan pinjaman luar negeri tunai tersebut berpotensi ditunda apabila penerimaan mulai membaik dan tidak ada lagi pelebaran defisit. Saat ini, defisit APBN diproyeksikan mencapai 1,93 persen dari PDB.
Penarikan utang pada sisa tahun 2019 bakal sangat bergantung pada biaya dan risiko yang perlu ditanggung pemerintah dari penarikan kedua jenis utang tersebut.
BISNIS