TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian BUMN menyatakan perusahaan fintech pelat merah LinkAja belum siap mengadopsi Quick Response (QR) Code Indonesian Standard (QRIS) besutan Bank Indonesia (BI). LinkAja juga sudah terlanjur menggelontorkan banyak dana untuk mengembangkan QR Code-nya sendiri.
Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya ingin mempertahankan basis pelanggan LinkAja yang saat ini sudah terbangun. LinkAja juga dipandang tidak mungkin bersaing secara langsung dengan perusahaan fintech lain yang "membakar uang". "LinkAja tidak perlu segera balik modal," kata dia seperti dilansir Bisnis, Rabu 9 Oktober 2019.
Baca Juga:
Lebih lanjut, Gatot mengatakan bahwa saat ini pembayaran LinkAja hendak difokuskan ke sektor-sektor yang dikelola BUMN seperti transportasi umum yang selama ini masih belum dijajaki oleh fintech lain. "Kalau kita ikut pola fintech yang lain agak berat untuk mengimbangi mereka dan kita sekarang ingin mempertahankan customer base BUMN," ujar Gatot.
Bank Indonesia sendiri telah menerbitkan Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) No.21/18/PADG/2019 tentang Implementasi Standar Nasional Quick Response Code untuk Pembayaran sejak 16 Agustus 2019. Merujuk pada ketentuan tersebut, implementasi QRIS secara nasional ditargetkan mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2020.
Sebagai tahap awal, QRIS bakal berfokus pada penerapan QR Code payment model merchant presented mode (MPM) di mana penjual menampilkan QR Code pembayaran untuk dipindai oleh pembeli ketika melakukan transaksi pembayaran.
Keberadaan QRIS ini, menurut Bank Indonesia, diperlukan sebagai QR Code universal sehingga penjual tidak perlu menyediakan berbagai jenis QR Code dari berbagai penerbit.
Konsumen pun bakal diuntungkan karena dengan demikian konsumen hanya perlu melihat satu jenis QR Code yang mampu menerima berbagai opsi pembayaran konsumen. Namun, karena telanjur mengembangkan QR Code sendiri, LinkAja belum dapat mengadopsi sistem ini.
BISNIS