“Perusahaan swasta di sektor industri petrokimia pengolah migas, keramik, kaca, baja, oleokimia, pulp dan kertas serta makanan dan minuman sampai saat ini belum mendapatkan penurunan harga gas,” tutur Johnny.
Penurunan harga gas bumi semakin diperlukan, ujar dia, kala melihat kondisi persaingan semakin ketat, sementara sektor industri telah terbebani dengan berbagai hal. Misalnya, biaya investasi yang besar, sulit dan mahalnya harga gas, biaya produksi industri di Indonesia lebih mahal dibandingkan luar negeri, serta makin berkurangnya hambatan teknis terhadap arus impor.
"Implementasi penurunan harga gas bumi sebagaimana diamanahkan dalam Perpres No.40/2016 harus segera diimplementasikan, agar Indonesia terhindar dari resesi karena saat ini sudah banyak industri yang mati suri akibat tidak mampu bersaing dengan industri sejenis dari luar negeri," kata Johnny.
Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara Tbk. atau PGN Gigih Prakoso sebelumnya mengatakan saat ini perusahaan masih melakukan survei pelanggan terkait keputusan untuk menaikkan harga gas untuk segmen pelanggan industri pada 1 Oktober 2019. Dia mengatakan penyesuaian harga belum dilakukan.
"Kami sedang proses survei untuk melihat kemungkinan-kemungkinan itu. Kami juga akan tawarkan kepada pelanggan, bagaimana suplai dan seperti apa kondisi di lapangan," kata Gigih di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta Selatan, Senin 26 Agustus 2019.
Lewat sebuah surat edaran, emiten berkode PGAS ini telah mengumumkan bakal menaikkan harga gas industri per 1 Oktober 2019. Menurut keterangan perusahaan, kenaikan harga tersebut dilakukan sebagai bagian untuk mengembangkan produk dan layanan kepada pelanggan baik lewat sumber konvensional maupun produk berbasis LNG.
Selain itu, kenaikan harga jual gas tersebut dilakukan untuk mendukung pembangunan infrastruktur gas, baik berupa pipa gas maupun infrastruktur lainnya yang mendukung. Lewat pembangunan ini, diharapkan perusahaan mampu untuk meningkatkan kualitas atau kuantitas produk serta layanan yang telah ada.
Gigih menjelaskan kenaikan harga gas tersebut dilakukan sejalan dengan kurangnya pasokan karena adanya gangguan pada sumur konvensional. Per hari, perusahaan mencatat kekurangan pasokan mencapai 30-40 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) untuk melayani industri.