TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan memastikan utang yang ditarik pemerintah digunakan untuk memenuhi kebutuhan belanja produktif di sektor prioritas yang mendesak, seperti belanja infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
"Di tengah terbatasnya kapasitas fiskal pemerintah serta didorong oleh kebutuhan belanja produktif yang tidak bisa ditunda, utang menjadi alat untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut," seperti dikutip dari Laporan APBN Kita Edisi September 2019, Rabu, 25 September 2019.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan realisasi pembiayaan utang pemerintah hingga akhir Agustus 2019 mencapai Rp 284,78 triliun alias 79,3 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Utang tersebut terdiri dari realisasi Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 290,74 triliun atau 74,7 persen target APBN dan realisasi Pinjaman sebesar negatif Rp 5,97 triliun atau 20,1 persen target APBN.
Realisasi pinjaman yang mencapai angka negatif disebabkan oleh realisasi pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri yang lebih besar dari pada penarikannya. Namun sebaliknya, untuk pinjaman dalam negeri penarikan pinjaman lebih besar dibandingkan pembayaran cicilan pokok.
Laporan APBN Kita Edisi September 2019 menyebutkan infrastruktur yang dibiayai oleh dana utang antara lain Padang Bypass, Waduk Jatigede Sumedang, Rumah Sakit UNS Solo, Jalur Jalan Lintas Selatan (Giriwoyo - Duwet), dan lain sebagainya.
Sementara itu, Surat Berharga Syariah Negara Proyek telah berkontribusi dalam membiayai pembangunan jalan dan jembatan di 30 provinsi, jalur kereta Api di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi; asrama haji di 24 kota/kabupaten; 701 kantor urusan agama dan manasik haji; hingga gedung perkuliahan di 54 perguruan tinggi Keagamaan Islam; 32 madrasah; dan 328 pengelolaan sumber daya air; serta 3 taman nasional.
Adapun hingga akhir Juli 2019 pemerintah telah membayarkan cicilan pokok pinjaman dalam negeri sebesar Rp 0,58 triliun atau 39,3 persen dari target APBN. Sementara, cicilan pokok pinjaman luar negeri telah dibayarkan sebesar Rp 49,29 triliun atau 54,5 persen target APBN.
Sedangkan, penarikan pinjaman dalam negeri mencapai Rp 1 triliun atau 51,1 persen target APBN dan penarikan pinjaman luar negeri mencapai Rp 42,90 triliun atau 71,2 persen target APBN.