TEMPO.CO, Jakarta - Setelah kegaduhan soal kewajiban label halal di tengah masyarakat, Kementerian Perdagangan akhirnya memutuskan untuk merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 29 Tahun 2019 tentang ketentuan ekspor dan impor hewan dan produk hewan.
Dalam jajak pendapat yang digelar tempo.co, kebijakan penghapusan kewajiban label halal bagi daging impor cukup mendapat perhatian besar pembaca. Pembaca umumnya tidak setuju terhadap kebijakan tersebut.
Pada jajak pendapat yang berlangsung pada 16-23 September 2019 tersebut, ada 1.664 pembaca tempo.co yang memberikan suara mereka terhadap persoalan ini. Sebanyak 319 orang (19,17 persen) setuju terhadap kebijakan tersebut. Sementara 1.327 orang (79,75 persen) tidak setuju terhadap kebijakan tersebut, sedangkan sisanya sebanyak 18 orang (1,08 persen) mengaku tidak tahu.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan akan ada beleid yang menegaskan kewajiban memenuhi persyaratan halal untuk memasukkan produk hewan impor ke dalam negeri.
"Kami akan memasukkan kembali di Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29 Tahun 2019 bahwa pada saat memasukkan barang harus memenuhi persyaratan halal," ujar Indrasari di kantornya, Senin, 16 September 2019.
Langkah tersebut sejalan dengan usulan anggota Ombudsman Ahmad Suaedy agar Kementerian kembali memasukkan pasal perihal kewajiban label halal ke dalam Peraturan Menteri Perdagangan Tahun 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan.
"Baiknya iya, karena itu memberikan jaminan kepada konsumen. Dan itu juga akan merugikan pengusaha lah kalau tidak ada label halal. Secara bisnis bisa merugikan," ujar Ahmad di kantornya, Rabu, 18 September 2019.
Di samping itu, Ahmad mengatakan saat ini juga akan berlaku Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Beleid tersebut direncanakan mulai diterapkan 17 Oktober 2019.
Adapun produk yang mesti memenuhi ketentuan itu dimulai dari makanan dan minuman. Di samping, produk yang telah diwajibkan bersertifikat halal oleh peraturan perundang-undangan. Nantinya, kewajiban untuk produk kosmetik dan lainnya juga akan menyusul.
"Saya kira itu perlu dipertimbangkan, apalagi Permendag di bawah UU," kata Ahmad. "Kalau secara regulasi tidak bisa menghindar, apakah eksplisit atau tidak, itu harus dilakukan, Permendag memang tidak harus eksplisit tapi harus mengacu kepada UU."
Gelombang penolakan atas Permendag 29/2019 bermunculan karena aturan tersebut dinilai mengabaikan hak konsumen untuk mendapatkan produk halal, khususnya masyarakat muslim. Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah bahkan sempat berencana mengajukan hak uji materi atau judicial review permendag tersebut.
Menurut Ikhsan, jaminan produk halal merupakan isu sensitif bagi konsumen Indonesia. Meski Kementan sudah mengatur persyaratan halal, Ikhsan menilai Kemendag juga perlu menyesuaikan tersebut agar terjadi sinkronisasi dengan aturan yang sudah ada. "Untuk rencana judicial review, kami menunggu langkah pemerintah. Kalau substansi masih sama, kami pasti akan ajukan kembali," ujar Ikhsan.
Di sisi lain Indrasari juga menjelaskan bahwa anggapan bahwa Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29 Tahun 2019 tak lagi mewajibkan label halal dalam impor produk hewan, keliru. "Jadi ramai karena ada yang membandingkan Permendag 59 Tahun 2016 dengan Permendag 29 Tahun 2019, di situ ada satu pasal, yaitu Pasal 16 di Permendag 59 Tahun 2016, padahal pasal ini hanya mengatur saat diperdagangkan di Indonesia, bukan saat pemasukan barang dari luar, bedakan," ujar dia.