TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Bea Cukai, Kementerian Keuangan, Heru Pambudi, menyadari ada risiko peningkatan peredaran atau jual beli rokok ilegal setelah ada kenaikan cukai rokok sebesar 23 persen mulai 1 Januari 2020. Bagi Heru, setiap kebijakan pasti memiliki cost and benefit yang harus dibayarkan di kemudian hari.
“Oleh karena itu, yang penting adalah bagaimana cost ini kamui mitigasinya minusnya,” kata Heru saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Sabtu, 14 September 2019.
Menurut Heru, potensi peredaran rokok ilegal memang masih tetap ada. Namun, Bea Cukai juga sudah bekerja sama dengan TNI dan Polri untuk memberantasnya. “Makanya kemarin Kapolri juga menyampaikan dukungannya pada upaya-upaya yang ilegal ini agar tidak bertambah,” kata dia.
Kenaikan cukai rokok mulai 1 Januari 2020 ini sebelumnya diumumkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada Jumat, 13 September 2019. Ia menjelaskan kebijakan ini bertujuan untuk 3 hal. Pertama, mengendalikan konsumsi rokok mengatur industri rokok, dan menjaga penerimaan negara. Selain cukai, pemerintah juga memutuskan kenaikan harga jual eceran (HEJ) rokok sebesar 35 persen.
Meski kebijakan cukai rokok telah diterapkan bertahun-tahun, keberadaan rokok ilegal nyatanya masih terus terjadi. Empat bulan lalu, Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea Cukai Surakarta membongkar jaringan pedagang rokok ilegal antarpulau. Mereka juga menyita 6,6 juta batang rokok tanpa cukai.
Kepala Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea Cukai Surakarta Kunto Prasti Trenggono menyebut kasus itu telah ditangani sejak awal Maret 2019. "Berawal dari penangkapan sebuah truk pengangkut rokok ilegal di jalan tol Semarang," kata Kunto saat menggelar jumpa pers pada Rabu, 15 Mei 2019.
Tiga bulan sebelumnya, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Cukai Kudus, Jawa Tengah, yang mengungkap peredaran rokok ilegal. Hal ini menyusul disitanya 152.000 batang rokok ilegal karena dilekati pita cukai rokok yang diduga palsu.
FAJAR PEBRIANTO