TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Bea Cukai, Kementerian Keuangan. Heru Pambudi, memahami ada protes terkait kenaikan cukai rokok yang mencapai 23 persen mulai 1 JanuarI 2020. Namun demikian, kata dia, kenaikan ini sebenarnya tidak terlalu tinggi karena digabung dengan tahun 2019.
“Faktanya tahun ini kami tidak menaikkan tarif,” kata Heru saat ditemui di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Sabtu, 14 September 2019.
Menurut dia, tarif cukai rokok ini harus dilihat bahwa dalam dua tahun sejak akhir 2018 sampai awal 2020, tidak ada kenaikan. Sehingga, jika dibagi rata, kata Heru, pemerintah sebenarnya hanya menaikkan cukai rokok sekitar 11 persen saja setiap tahunnya, atau 23 persen dibagi dua tahun.
Kenaikan cukai rokok ini memang tertunda karena pemerintah membatalkan kenaikan pada 2019. Terakhir kali cukai rokok naik pada 1 Januari 2018, yakni sebesar 10,04 persen. Sehingga menjelang akhir 2019 ini, pemerintah mengumumkan kenaikan cukai rokok, yang diikuti oleh kenaikan harga jual eceran (HEJ) rokok sebesar 35 persen.
Dalam pernyataannya pada Jumat, 13 September 2019, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk tiga hal. Ketiganya adalah mengendalikan konsumsi rokok mengatur industri rokok, dan menjaga penerimaan negara. Melalui kenaikan tarif cukai rokok, Sri memperkirakan penerimaan negara pada 2020 sebesar Rp 173 triliun.
Salah satu emiten rokok PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) menilai rencana pemerintah untuk menaikkan cukai rokok hingga 23 persen pada 2020 bakal mengganggu ekosistem industri hasil tembakau nasional. Akan tetapi, Sampoerna mengaku belum mendapatkan rincian aturan kebijakan cukai tersebut.
“Jika pemerintah bermaksud untuk memberlakukan kebijakan cukai rokok yang dapat mendukung kelangsungan penyerapan tenaga, kami merekomendasikan agar pemerintah menutup celah cukai pada sigaret buatan mesin sesegera mungkin,” kata Troy Modlin, Direksi PT HM Sampoerna Tbk di hari yang sama.
FAJAR PEBRIANTO