TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan ada lima persoalan yang paling banyak dikeluhkan dunia usaha atau investor. Salah satunya adalah dominasi BUMN.
"Dengan penuh hormat kami akui sangat banyak keluhan dari dunia usaha, swasta mengenai dominasi BUMN," kata Thomas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu, 11 September 2019.
Thomas mengatakan, hubungan sektor swasta dan BUMN kurang kondusif. Pengusaha swasta merasa selama ini BUMN telah mengurangi peran mereka dalam kegiatan proyek pemerintah. Padahal, swasta sebetulnya menginginkan postur yang bersahabat, seperti kemitraan dengan BUMN.
"Jadi sangat mengharapkan tidak ada postur konfrontasional atau istilahnya win-lose. Ini yang perlu kita kaji, pelajari. ini perlu kita evaluasi supaya mungkin mengembalikan ke sebuah equilibrum yang lebih sehat," katanya.
Keluhan lainnya dari para investor domestik maupun internasional adalah regulasi. Thomas menyebut ada peraturan yang abu-abu, tidak jelas, tumpang tindih kewenangan, dan suka berubah-ubah mendadak tanpa pemberitahuan lebih dulu.
Selain itu, ada juga perizinan yang bertele-tele. Misalnya, pendaftaran dijadikan izin, syarat dijadikan izin. Hal tersebut menghambat dunia usaha.
Kendala lainnya adalah perpajakan. Meski pemerintah sudah banyak melakukan perbaikan, Thomas menilai masih cukup banyak keluhan dari para investor, terutama sisi pemberlakuan atau perlakukan kantor pajak kepada mereka.
Berikutnya, investor juga mengeluhkan lahan di daerah-daerah yang terjadi banyak sengketa. Para investor, kata dia, kesulitan membebaskan lahan. "Tapi juga izin-izin terkait izin bangunan, sertifikat laik fungsi yang bisa butuh waktu berbulan-bulan untuk ngurusnya dengan biaya yang tidak kecil," kata dia.
Keluhan selanjutnya tentang tenaga kerja. Thomas mengatakan, Presiden Joko Widodo juga menilai bahwa UU Ketenagakerjaan sudah tidak berfungsi dengan baik. Undang-undang berusia 16 tahun itu perlu penyesuaian dengan kebutuhan saat ini agar lebih fleksibel, modern, dan mencerminkan realita ketenagakerjaan di abad 21.
FRISKI RIANA