TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance atau Indef, Fadhil Hasan, meminta pemerintah menyiapkan langkah-langkah konkrit untuk mengantisipasi ancaman resesi ekonomi global. “Indonesia seharusnya sedia payung sebelum hujan,” kata dia dalam diskusi INDEF di Jakarta, Minggu, 8 September 2019.
Peringatan resesi ini sebelumnya telah disampaikan oleh Direktur Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo A. Chaves, saat menemui Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Dalam pertemuan tersebut, ia mengingatkan pemerintah tentang pelemahan ekonomi global. "Risiko resesi pada ekonomi global meningkat, ada juga beberapa poin yang perlu diwaspadai pada situasi geopolitik saat ini. Indonesia perlu terus memonitor dan menyiapkan langkah," katanya, Senin, 2 September 2019.
Untuk itulah, Fadhil menyebut ada beberapa upaya yang bisa dilakukan pemerintah. Pertama, melakukan reformasi struktural secara lebih fundamental. Beberapa di antaranya seperti relaksasi perizinan Investasi Asing Langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) maupun aturan pemerintah daerah yang memberatkan.
Kedua, kata Fadhil, pemerintah bisa melanjutkan pembangunan infrastruktur secara lebih terarah dan terencana sehingga membawa dampak ekonomi lebih signifikan. Ketiga, Fadhil menyarankan pemerintah menggenjot ekspor secara habis-habisan. “Dengan menghilangkan berbagai restriksi dan promosi besar-besaran dengan target pasar yang terukur,” kata dia.
Lalu seperti apa prakteknya selama ini, termasuk jika dibandingkan dengan beberapa negara tetangga di ASEAN?
Pertama untuk perizinan investasi. Data Bank Dunia pada Oktober 2018 telah menunjukkan betapa lamanya proses perizinan investasi di Indonesia. Dalam laporan berjudul “Doing Business 2019”, Lembaga tersebut mencatat, butuh waktu hingga 19,6 hari untuk mengurus perizinan bisnis di Indonesia. Sementara di empat negara tetangga, Vietnam, Malaysia, Thailand, dan Singapura, prosesnya hanya memakan waktu berturut-turut, 17 hari, 13,5 hari, 4,5 hari, dan 1,5 hari.
Kedua untuk pembangunan infrastruktur. World Economic Forum pada bulan yang sama juga merilis laporan berjudul “The Global Competitiveness Report 2018”, kualitas infrastruktur Indonesia masih kalah dibandingkan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Indonesia berada di peringkat 71 dari 140 negara. Sementara, Singapura berada di peringkat 1, Malaysia peringkat 32, dan Thailand peringkat 60.
Laporan ini memuat 12 indikator kualitas infrastruktur. Dari keseluruhan indikator tersebut, Indonesia memiliki catatan paling buruk pada indek konektivitas jalan, yang hanya berada di peringkat 120 dari 140 negara. Indonesia lebih buruk ketimbang Thailand yang berada di peringkat 55, namun lebih unggul dibandingkan Malaysia di peringkat 128.
Ketiga untuk ekspor. Sekretariat ASEAN juga telah menerbitkan ASEAN Economic Integration Brief pada Juni 2019. Dalam laporan singkat ini, total perdagangan barang Indonesia sepanjang 2018 tercatat mencapai US$ 180 miliar. Sekali lagi, Indonesia kalah dibandingkan Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand yang masing-masing sebesar US$ 411 miliar, US$ 247 miliiar, US$ 242 miliar, dan US$ 241 miliar.