TEMPO.CO, Jakarta - Saat memperingatkan masih adanya gejala deindustrialisasi dini di Indonesia, ekonom Didik Rachbini membandingkan dengan masa pemerintahan Soeharto. Ekonom yang juga Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi, Kamar Dagang dan Industri Indonesia atau LP3E KADIN itu menyebutkan saat ini, sektor industri hanya tumbuh sekitar 3 persen dan tak mampu mendongkrak ekonomi agar tumbuh lebih tinggi.
“Harusnya industri bisa tumbuh lebih lagi,” kata Didik dalam diskusi di ITS Tower, Jakarta Selatan, Ahad, 25 Agustus 2019. Dalam beberapa waktu terakhir ini, pemerintah menyebut ekonomi Indonesia melemah karena terpengaruh dampak perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina.
Namun jauh sebelum itu, kata Didik, ekonomi Indonesia sebenarnya juga sempat mengalami pelemahan di tahun 1982, di masa pemerintahan Presiden Soeharto. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencatat, saat itu ekonomi global tumbuh minus 2 persen. Sementara, harga minyak tengah jatuh ke level US$ 5 per barel.
Akibatnya, ekonomi Indonesia hanya tumbuh 2,2 persen. Situasi ini tak lepas dari struktur APBN Indonesia kala itu yang 90 persen bergantung pada ekspor minyak. “Mestinya saat itu Pak Harto jatuh, tapi nyatanya tidak,” kata Didik berkelakar. Namun dalam situasi ini, kata dia, Soeharto justru berhasil melakukan deregulasi industri.
Dengan kebijakan ini, industri Indonesia tumbuh hingga 10 persen dan menyumbang hampir 40 persen dari keseluruhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Situasi ini, kata dia, seharusnya bisa bertahan hingga 30 tahun kemudian. Namun kenyataan berkata lain. Tahun 2010, kontribusi industri pada PDB hanya 22 persen dan terus turun hingga 19,8 persen pada kuartal kedua 2018. Kondisi inilah yang disebut deindustrialisasi dini.
Sebelumnya, pada akhir November 2018, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro telah mengingatkan Indonesia tengah mengalami deindustrialisasi prematur. Ini terjadi lantaran porsi manufaktur di dalam Produk Domestik Bruto (PDB) kian mengempis sebelum benar-benar mencapai puncaknya.