TEMPO.CO, Jakarta - Chief Economist PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Winang Budoyo berharap penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia menjadi 5,50 persen segera diikuti pelaku industri perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit dan deposito.
“Kami memandang penurunan suku bunga acuan BI yang untuk kedua kalinya ini memang dibutuhkan sebagai bold statement BI bahwa suku bunga di Indonesia memang sudah dalam tren yang menurun, sehingga bank-bank akan mengikuti dengan menurunkan suku bunganya,” kata Winang, sepeprti disampaikan dalam analisisnya yang diterima Bisnis, Sabtu 24 Agustus 2019.
Dia mengatakan sepanjang bulan Juli 2019, suku bunga deposito memang sudah turun tapi hanya 3 basis points (bps) menjadi 6,66 persen. Dengan adanya bold statement tersebut, maka penurunan suku bunga deposito akan dapat lebih besar lagi.
“Dengan kondisi ini kami memandang bahwa penurunan 1-2 kali lagi pada 2019 masih dimungkinkan dan akan dapat semakin mendorong bank untuk menurunkan suku bunga,” lanjutnya.
Seperti diketahui, ini adalah kali keduanya BI menurunkan suku bunga acuan (BI 7 Days Reverse Repo Rate/BI7DRRR) pada 2019 setelah yang pertama kalinya pada Juli 2019.
Baca Juga:
Pengambilan keputusan itu dilandasi tiga hal, yakni inflasi yang tetap rendah dan diperkirakan akan berada di bawah titik tengah sasaran (sasaran inflasi BI tahun 2019 yakni 3,5 persen +/- 1 persen), tetap menariknya imbal hasil investasi aset keuangan domestik, dan langkah pre-emptive untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Dari sisi global, BI memandang bahwa pelemahan ekonomi dunia terus berlanjut dan merevisi ke bawah pertumbuhan ekonomi dunia untuk tahun 2019 dan 2020 dengan pengecualian ekonomi AS. Perang dagang antara As dan Tiongkok masih berlanjut dengan ekskalassi yang meningkat. Dengan kedua asumsi ini, BI memperkirakan suku bunga acuan the Fed hanya akan diturunkan sebanyak 1 kali untuk masing-masing tahun 2019 dan 2020.
Walau begitu, BI tidak mengesampingkan munculnya down-side risks atas asumsi-asumsi di mana total tarif (25 persen dan 10 persen) sudah dikenakan oleh AS kepada barang impor dari Tiongkok, yang mendorong ke bawah pertumbuhan ekonomi global. Dalam skenario ini, BI memperkirakan Federal Fund Rate (FFR) bisa turun sebanyak 3 kali masing-masing pada 2019 dan 2020.
Ke depannya, BI menyebutkan akan melanjutkan bauran kebijakan moneter yang akomodatif yang dapat dilakukan dengan pilihan kebijakan makroprudensial, giro wajib minimum (GWM), atau suku bunga acuan.