TEMPO.CO, Jakarta - Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Chatib Basri mengatakan salah satu penyebab pertumbuhan ekonomi Indonesia tertahan di kisaran 5 persen adalah lantaran pemerintah masih berfokus menjaga defisit neraca transaksi berjalan agar tak melebar. Pasalnya, defisit neraca transaksi berjalan itu berkaitan dengan investasi.
"Tanpa investasi kita enggak akan bisa tumbuh lebih, kita terjebak di pertumbuhan 5 persen karena setiap kali mau tumbuh tinggi defisit transaksi berjalannya melebar, kan untuk investasi Anda perlu impor barang modal," tutur Chatib di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Selasa, 20 Agustus 2019.
Adapun impor barang modal yang dibutuhkan untuk memacu investasi, tutur Chatib, kerap menyebabkan defisit neraca transaksi berjalan melebar. Belakangan pemerintah mencoba mengendalikan impor barang ke Tanah Air untuk menjaga defisit neraca transaksi berjalan tetap aman.
Chatib tidak setuju akan kekhawatiran sejumlah pihak mengenai defisit neraca transaksi berjalan Indonesia yang masih di zona negatif. "Saya enggak setuju, Singapura itu CAD-nya 10 persen, Cina 10 persen, dan Vietnam baru current account-nya surplus pada 2013," ujar dia.
Sebelumnya, Bank Indonesia mencatat defisit neraca transaksi berjalan meningkat pada triwulan II 2019, dari US$ 7,0 miliar atau 2,6 persen dari PDB pada triwulan 1 2019, menjadi menjadi US$ 8,4 miliar atau 3 persen dari PDB.
Menurut Chatib, yang terpenting bukanlah neraca transaksinya, melainkan pembiayaannya. Pasalnya, kalau CAD dibiayai oleh investasi asing langsung atau foreign direct investment, modal yang sudah ditanamkan dipastikan tidak bisa pulang ke negaranya. Hal itu berbeda bila CAD dibiayai oleh investasi portofolio.
"Misalnya, orang asing masuk di sini infrastruktur, dia bangun jalan di sini aspalnya kan enggak bisa pulang kalau ada shock di US," tutur Chatib. "Tapi kalau itu di finance dan portofolio, tiap kali ada shock orang pindain uangnya, currency kena. Setiap currency kena orang nyalahin CAD padahal isunya di situ."
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut pelemahan perekonomian global telah berdampak kepada pertumbuhan ekspor beberapa negara, termasuk Indonesia. Ia mengatakan hal itu tercermin pada nilai ekspor negara-negara yang berbasis ekspor seperti Singapura dan Jerman.
Karena itu, Sri Mulyani juga mulai mewaspadai penurunan pertumbuhan perekonomian global terhadap nilai ekspor Tanah Air. Sebab, ekspor memang diharapkan menjadi salah satu penyumbang pertumbuhan ekonomi Indonesia. "Apalagi ekspor tahun 2019 di dua kuartal tercatat negatif, berbeda dari proyeksi awal yang diharapkan tumbuh positif."
Dengan kondisi tersebut, Sri Mulyani berjanji melihat faktor penyumbang pertumbuhan ekonomi mana yang bisa mengkompensasi pelemahan pada sisi ekspor, serta bagaimana mendorongnya. Ia juga akan terus mendorong dari sisi manajemen ekonomi bersama dengan kementerian terkait.
CAESAR AKBAR