TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK menyebutkan pembangkit panas bumi pertama di Indonesia sudah ada sejak 35 tahun yang lalu. Pembangkit yang dimaksud adalah pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Kamojang.
Artinya, menurut JK, panas bumi bukan merupakan energi baru yang digunakan untuk pembangkitan listrik di Indonesia. Namun, perkembangannya selama ini dinilai masih lambat.
Padahal pembangkit dari energi baru terbarukan (EBT) salah satunya panas bumi itu sangat penting dikembangkan untuk memproduksi listrik dari energi yang bersih. Sayangnya perkembangan EBT untuk pembangkitan di Indonesia cenderung lambat, termasuk panas bumi dengan terpasang saat ini yang baru mencapai 1.948,5 MW.
"Tiga puluh lima tahun lalu (PLTP) Kamojang sudah beroperasi, menyusul Dieng (dan) Lahendong di Manado, semua sudah puluhan tahun. Beberapa kali konferensi ini (diselenggarakan), kemajuan lambat sekali," kata JK sebelum membuka The 7th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) di Jakarta Convention Centre, Selasa, 13 Agustus 2019.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar berharap geothermal tidak hanya menjadi energi hari ini untuk pembangkitan, tetapi juga masa depan. Untuk mencapai hal tersebut, tidak hanya perlu dukungan dari pemerintah saja, tetapi juga dari masyarakat. "Kita bisa memperbaiki ke depan sehingga geothermal bisa jadi energi yesterday, today, and tomorrow," katanya.
Adapun The 7th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) diselenggarakan selama tiga hari, yakni pada 13-15 Agustus 2019 mendatang. Gelaran ini akan meliputi program convention, exhibition, technical paper presentation (TPC), field trip, dan photo competition. Khusus untuk kegiatan field trip, akan dilakukan langsung ke wilayah PLTP Salak yang dioperasikan Star Energy.
BISNIS