TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah semakin gencar memacu investasi sektor industri karena dinilai mampu memberikan efek berganda dan memperkuat struktur perekonomian nasional. Oleh karena itu, berbagai kebijakan strategis telah diterbitkan guna menciptakan iklim usaha yang kondusif.
“Dari hasil pertemuan kami dengan para investor, mereka melihat Indonesia masih menjadi negara tujuan utama investasi. Indonesia dinilai memiliki peluang pengembangan industri manufaktur melalui pasar yang besar dan ketersediaan tenaga kerja yang kompetitif. Ini potensi bagi kita,” kata Airlangga dalam keterangan tertulis, Ahad, 4 Agustus 2019.
Baca Juga:
Peningkatan investasi di sektor industri manufaktur, kata dia, terlihat dari capaian penanaman modal dalam negeri atau PMDN dan penanaman modal asing atau PMA pada kuartal II tahun 2019 yang melonjak dibanding kuartal sebelumnya. Sepanjang periode April-Juni tahun ini, menurut Airlangga, sumbangsih sektor manufaktur pada PMDN senilai Rp 22,2 triliun atau di atas perolehan periode sebelumnya yang mencapai Rp 16,1 triliun.
Menurut Airlangga, peningkatan investasi itu menandakan bahwa adanya pertumbuhan industri dan penambahan kapasitas produksi di dalam negeri. “Sejumlah produsen menjadikan Indonesia sebagai basis produksi mereka,” ujarnya.
Hal itu menjadi momentum baik, selain dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik, juga didorong untuk mengisi pasar ekspor dan menghasilkan substitusi bahan baku impor. “Tentunya investasi memberikan multiplier effect dalam rangka peningkatan nilai tambah bahan baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, serta penerimaan devisa dari ekspor dan pajak,” kata dia.
Adapun tiga sektor penopang untuk PMDN paruh kedua itu, yakni industri makanan yang mengucurkan dananya sebesar Rp 12,3 triliun, kemudian industri kimia dan farmasi Rp 3,6 triliun, serta disusul kelompok industri logam, mesin, elektronik, jam, dan optik Rp 2,2 triliun.
Kontribusi selanjutnya, antara lain industri kayu Rp 667 miliar, industri tekstil Rp 662 miliar, industri kertas dan percetakan Rp 653 miliar, industri karet dan plastik Rp 652 miliar, industri mineral nonlogam Rp 586 miliar, serta industri kendaraan bermotor dan transportasi lain Rp 562 miliar.
Sementara itu, sumbangsih sektor manufaktur untuk PMA di triwulan II-2019, menyentuh hingga US$ 2,5 miliar atau lebih tinggi pada triwulan sebelumnya di angka US$ 1,9 miliar. Tiga sektor yang menopangnya, yaitu kelompok industri logam, mesin, elektronik, jam, dan optik yang berinvestasi lebih dari US$ 1 miliar, kemudian industri kimia dan farmasi US$ 391 juta, serta industri kendaraan bermotor dan transportasi lain US$ 332 juta.
Kontribusi selanjutnya, antara lain industri makanan US$ 323 juta, industri mineral nonlogam US$ 127 juta, industri karet dan plastik USD95 juta, industri tekstil US$83 juta, serta industri kertas dan percetakan US$ 69 juta.
Menperin menegaskan, peningkatan investasi itu menandakan bahwa adanya pertumbuhan industri dan penambahan kapasitas produksi di dalam negeri. “Sejumlah produsen menjadikan Indonesia sebagai basis produksi mereka,” ujarnya.
Hal itu menjadi momentum baik, selain dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik, juga didorong untuk mengisi pasar ekspor dan menghasilkan substitusi bahan baku impor. “Tentunya investasi memberikan multiplier effect dalam rangka peningkatan nilai tambah bahan baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, serta penerimaan devisa dari ekspor dan pajak,” imbuhnya.