TEMPO.CO, Jakarta - Manajemen perusahaan perjalanan berbasis aplikasi, Traveloka, menjawab kabar yang menyatakan empat
unicorn Indonesia diklaim oleh Singapura. Kabar itu pertama kali diungkapkan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong yang menyebut investasi berbentuk
fund raising yang digelontorkan ke empat perusahaan unicorn Indonesia, selama ini tidak tercatat dalam penanaman modal di Indonesia, tapi malah di Singapura.
PR Director Traveloka, Sufintri Rahayu, menampik pernyataan Lembong. Ia memastikan investasi fund raising yang diterima entitasnya terserap di Indonesia sebagai bagian dari investasi.
“Investasi dari fund raising kami tentunya disalurkan untuk pengembangan perusahaan Traveloka sebagai perusahaan rintisan atau start up asal Indonesia,” ujar Sufintri saat dihubungi pada Selasa, 30 Juli 2019.
Sufintri mengatakan, penyaluran investasi masuk ke Indonesia lantaran perusahaan induk Traveloka berada di Indonesia. “Kantor pusat Traveloka di Jakarta dan 80 persen karyawan Traveloka dipekerjakan di Indonesia,” ujarnya.
Lembong sebelumnya mengaku kaget setelah melihat riset Google dan Temasek tentang pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Dalam riset itu, ia menyebut empat perusahaan digital bervaluasi di atas US$ 1 miliar atau unicorn di Indonesia, salah satunya Traveloka, diklaim Singapura.
"Saya kaget juga lihat laporan Google dan Temasek ada tabel unicorn, di Indonesia dia bilang ada nol, di Singapura diklaim ada empat. Faktanya empat unicorn kita induknya di Singapura semua," kata Lembong dalam konferensi pers di kantor BKPM, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa, 30 Juli 2019.
Indonesia dikenal memiliki empat perusahaan yang telah bermetamorfosis menjadi unicorn. Selain Traveloka, unicorn lainnya adalah Bukalapak,Gojek, dan Tokopedia.Lembong mengatakan investasi yang digelontorkan ke empat unicorn itu nyatanya selama ini tidak langsung masuk ke Indonesia, melainkan melalui Singapura. Dari Singapura, barulah perusahaan induk akan membayar vendor untuk sewa kantor, leasing, dan sebagainya ke Indonesia.
Menurut Lembong, arus modal unicorn yang masuk dari Singapura ke Indonesia pun hanya berupa pembayaran, bukan penanaman modal asing. Struktur permodalan ini diakui membuat Lembong sempat merasa kebingunan.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA