TEMPO.CO, Jakarta - Demi mencukupi kebutuhan pakan ternak yang tinggi, Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) memprediksi tahun ini Indonesia kembali mengimpor jagung.
"Idealnya impor sebelum Oktober 2019 sampai dengan Januari 2020 atau Oktober sampai Desember 2019," katanya seperti dikutip Bisnis, Senin 22 Juli 2019.
Sudirman mengatakan, tanpa substitusi kebutuhan jagung dengan gandum untuk pakan ternak, Indonesia berpotensi mengimpor 2,5 hingga 3 juta ton jagung per tahun. Namun, dengan adanya substitusi jagung dengan produk lain seperti gandum atau olahan gandum, maka potensi impor jagung tahun ini tidak akan sebesar angka tersebut.
“Kemungkinan besar iya [akan impor], terutama untuk memenuhi kebutuhan peternak,” katanya.
Potensi impor tersebut mengacu pada data yang dikeluarkan oleh The United States Department (USDA) of Agriculture yang dirilis pada 26 Maret 2019 lalu. Adapun laporan USDA mencatat bahwa upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi jagung dengan menetapkan harga acuan terendah dan penyaluran subsidi telah meningkatkan luas tanam yang diestimasi mencapai 3,7 juta hektare (ha) pada kurun waktu 2018/2019.
Sebagai hasilnya, USDA memperkirakan produksi jagung Indonesia untuk 2018/2019 akan mencapai 11,9 juta ton. Kendati demikian, terdapat pergeseran pada musim tanam, khususnya musim tanam pertama yang seharusnya dimulai pada Oktober 2018.
Secara total, USDA memprediksi impor jagung Indonesia untuk segala kebutuhan akan mencapai 850.000 ton untuk kurun waktu 2018/2019, termasuk yang telah dilakukan sejak akhir 2018 lalu. Angka ini telah memperhitungkan substitusi jagung dengan gandum.