TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan dan Industri sekaligus Ketua KKSK periode 2000-2001 Rizal Ramli hari ini diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.
Rizal Ramli diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas kepada pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004. Pemeriksaan Rizal Ramli sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN.
"Pada dasarnya (didalami) menyangkut misrepresentasi dari aset-aset yang disahkan," kata Rizal Ramli usai diperiksa KPK selama kurang lebih dua jam, Jumat, 19 Juli 2019.
Rizal Ramli yang bersaksi untuk tersangka Sjamsul Nursalim, mengaku telah memaparkan semua yang diketahuinya terkait perkara ini kepada para penyidik. Selanjutnya, semua diserahkan kembali kepada KPK.
Lebih jauh Rizal Ramli juga menjelaskan kilas balik soal awal mula pengucuran dana BLBI, yang dipicu krisis moneter 1998. BLBI adalah skema bantuan atau pinjaman yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas pada saat terjadinya krisis tersebut. Dana yang dikucurkan mencapai triliunan.
Terkait hal itu, Rizal menyebutkan ada sejumlah obligor yang memang tidak jujur seperti misalnya menyerahkan aset yang tidak bagus sebagai pembayaran utang pengganti. "Misalnya tanah, padahal surat-suratnya belum jelas tapi dimasukkan sebagai aset," katanya.
Kemudian, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) meminta Lehman Brother untuk melakukan valuasi aset yang menurutnya terjadi salah kaprah. "Masa dalam waktu satu bulan sudah bisa lakukan terhadap nilai aset dari ratusan perusahaan?" ujar Rizal Ramli.
Maka tidak heran, lanjut Rizal Ramli, seiring waktu terjadi penyimpangan-penyimpangan lantaran penyerahan aset yang divaluasi Lehman tak sesuai kenyataan. Ia juga bertanya-tanya mengapa saat itu pemerintah memasukkan opsi penyerahan aset di samping pembayaran tunai.
Padahal, bila dengan pembayaran utang secara tunai maka pemerintah bisa mendapatkan bunga. "Tapi karena dibayar dengan aset, bisa masalah seperti sekarang," ujar Rizal Ramli.
Rizal Ramli juga mengaku saat menjabat sebagai menteri di era Abdurahman Wahid alias Gus Dur telah mempelajari kasus BLBI yang dinilai banyak kekeliruan. Ia kemudian memutuskan agar para obligor konglomerat yang memiliki utang saat itu menyerahkan personal guarantee.
Hal ini bertujuan agar pembayaran utang ke pemerintah dapat terus dilakukan hingga ke anak cucu. Namun, keputusan itu mendapat resistensi.
Rizal Ramli kemudian menyayangkan saat pergantian pemerintahan ke Megawati Soekarnoputri kebijakan personal guarantee dihapuskan sehingga posisi pemerintah saat itu dilemahkan lagi dalam pengejaran pembayaran utang. "Jadi kalau ada perdebatan hari ini tentang misrepresentasi dan lain-lain itu masalahnya itu tadi," ucapnya.
Pertama, karena utang diubah, jadi diganti dengan pembayaran aset. "Kedua, posisi bargainning Indonesia dibikin lemah, dibikinlah personal guarantee dicabut lagi," ucap Rizal Ramli.
BISNIS