TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Robert Pakpahan menyebut ada beberapa faktor yang menyebabkan tidak tercapainya target penerimaan perpajakan alias shortfall pada tahun ini.
"Penyebabnya adalah harga komoditas yang turun, kurs tidak selemah yang diduga, impor turun cukup drastis, restitusi dipercepat juga kita berikan," ujar Robert di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 16 Juli 2019.
Berdasarkan outlook penerimaan perpajakan 2019, Robert mengatakan penerimaan dari perpajakan, termasuk bea cukai, hanya bisa tercapai 92 persen dari target di Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2019. Ia memperkirakan akan terjadi shortfall atau kekurangan penerimaan pajak sekitar Rp 143 triliun.
Sementara, kalau hanya memperhitungkan pendapatan pajak, Robert mengatakan outlooknya sebesar 91,1 persen dari target atau diperkirakan terjadi shortfall Rp 140 triliun. Berdasarkan pemaparan outlook APBN semester II 2019, pendapatan dari sektor perpajakan diperkirakan Rp 1.643,1 triliun, padahal targetnya adalah Rp 1.766,4 triliun. Adapun realisasi pendapatan perpajakan semester I adalah Rp 688,9 triliun.
Mengenai hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan sebenarnya pertumbuhan ekonomi Tanah Air saat ini sudah menunjukkan tren positif. Namun, ada implikasi dari asumsi makro yang meleset alias down side risk, seperti nilai tukar yang ternyata lebih kuat dari asumsi, harga minyak yang lebih rendah dari asumsi, lifting minyak dan gas yang lebih rendah, hingga ekspor dan impor yang terkontraksi.
"Karena itu penerimaan bea cukai dan pajak juga mengalami, dan memang penurunan terefleksi di penerimaan pajak," kata Sri Mulyani. Walau demikian, dari sisi kegiatan ekonomi, ia mengatakan adanya denyut yang lebih positif di semester II. Ia mengatakan kondisi pada semester I tidak bisa dijadikan acuan meramalkan kondisi semester II 2019 lantaran dinamikanya sudah berbeda.