TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti melakukan kunjungan kerja ke Kuala Lumpur, Malaysia, Rabu lalu, 10 Juli 2019. Salah satu agendanya adalah pertemuan dengan Menteri Pertanian dan Industri Asas Tani Malaysia, Dato' Salahuddin Ayub.
Baca juga: Tantang Mark Zuckerberg Adu Paddling, Susi Mau Beli Kapal Patroli
Pada pertemuan itu, Salahuddin mengangkat isu salah satunya soal penangkapan kapal ikan Malaysia di perairan Indonesia turut menjadi pembahasan. Menurut dia, nelayan Malaysia banyak ditangkap oleh aparat Indonesia di wilayah laut yang belum disepakati oleh kedua negara alias zona abu-abu.
Menanggapi hal itu, Susi menyampaikan bahwa penangkapan menurut proses hukum harus diuji keabsahan alat buktinya di pengadilan. “Kalaupun diklaim bahwa penangkapan ikan dilakukan di wilayah Malaysia, hal tersebut harus diuji secara hukum di Pengadilan Indonesia,"ujar dia dikutip dari siaran pers Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jumat, 12 Juli 2019.
Pada praktiknya, ujar Susi, sebagian besar kasus dan alat bukti yang diajukan baik oleh penyidik PSDKP KKP, penyidik TNI Angkatan Laut, dan Kejaksaan sebagai penuntut umum selalu diterima dan dijatuhkan hukuman oleh pengadilan. Pasalnya, selama ini, alat navigasi Global Positioning System (GPS) kapal ikan Malaysia yang ditangkap di Indonesia menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan ikan dilakukan di wilayah Indonesia. Namun saat hendak ditangkap, kapal ikan Malaysia seringkali melarikan diri ke zona abu-abu.
“Dalam peristiwa seperti itu, aparat Indonesia dapat melakukan hot pursuit hingga sampai di grey area yang diperbolehkan berdasarkan UNCLOS dan UU Perikanan Indonesia," kata Susi. "Penangkapan oleh aparat Indonesia pun seringkali mendapatkan dukungan dan kerja sama dari APMM yang turut melakukan pemeriksaan awal di atas kapal ikan Malaysia dan menandatangani titik koordinat penangkapan."
Belum lagi, Susi menambahkan, umumnya kapal ikan Malaysia yang ditangkap oleh aparat Indonesia di wilayah Indonesia merupakan kapal yang lebih besar dari 10 GT dan menggunakan alat tangkap trawl. “Petugas juga sering menemukan bahwa ABK kapal ikan tersebut bukan berasal dari Malaysia."
Secara umum, kunjungan kerja Susi ke Malaysia kali ini membuahkan kesepakatan akan perlunya kerjasama bilateral di bidang kelautan dan perikanan dalam bentuk Joint Communique dan MOU. Menteri Pertanian dan Industri Asas Tani Malaysia menyatakan, pihaknya terbuka untuk menandatangani dokumen kerja sama bilateral.
Meskipun begitu, ia menyampaikan bahwa proses penandatangan dokumen itu akan cukup memakan waktu karena saat ini pemerintahan Malaysia merupakan pemerintahan baru dan harus mengikuti kembali proses birokrasi internal. Guna mengatasi hal itu, ia berjanji akan membentuk tim baru untuk pembahasan bersama dengan Indonesia mengenai isu-isu yang perlu dituangkan ke dalam Joint Communique dan MOU.
Adapun Susi Pudjiastuti berharap agar kedua dokumen tersebut dapat ditandatangani sesegera mungkin. “Tentu kita berharap agar Joint Communique dan MOU antara Indonesia-Malaysia ini bisa ditandatangani secepat mungkin supaya isu-isu antar kedua negara yang terjadi selama ini bisa segera teratasi,” kata dia.