TEMPO.CO, Jakarta - Data Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo menyebutkan ada 600 URL per hari yang digunakan untuk menyebarkan konten hoaks atau hoax maupun negatif terkait aksi 22 Mei 2019. "Kontennya memang menghasut masyarakat," kata Rudiantara usai acara silaturahim dengan pegawai Kominfo, Rabu, 12 Juni 2019..
BACA: Pengamat: Tim Mawar Adukan Tempo ke Dewan Pers Langkah Final
Ia mengatakan Keputusan pembatasan media sosial, seperti yang terjadi pada Mei lalu, merupakan hasil koordinasi dengan beberapa kementerian lain, salah satunya Kementerian Polhukam.
Rudiantara menjelaskan pembatasan media sosial merupakan keputusan terakhir setelah mempertimbangkan berbagai faktor, salah satunya penyebaran masif konten hoaks atau hoax selama periode aksi 22 Mei.
Adapun terkait sidang sengketa hasil Pemilu 2019 di Mahkamah Konstitusi atau MK pekan ini, ia mengatakan belum ada keputusan mengenai wacana pembatasan akses ke sejumlah fitur media sosial pada masa "Belum tahu," kata Rudiantara.
VIDEO: Jawaban Rudiantara Soal Pembatasan Sosial Media
Plt Kepala Biro Humas Kominfo, Ferdinandus Setu, menyatakan saat ini kementerian siaga untuk melihat situasi di media sosial, apakah ada peningkatan konten-konten yang bersifat menghasut dan memecah belah seperti Mei lalu.
"Itu (pembatasan medsos) pilihan terakhir sekali, sifatnya situasional. Melihat konten, persebarannya dan jumlahnya," kata dia.
Pantauan Kominfo terhada hoaks di media sosial antara lain dengan memanfaatkan mesin AIS, untuk mendeteksi sebaran dan jumlah konten.
Menkopolhukam Wiranto sebelumnya menyatakan tidak ada pembatasan akses ke media sosial saat sidang sengketa hasil Pemilu 2019, yang akan berlangsung pada 14 Juni hingga 28 Juni.
Baca berita tentang Aksi 22 Mei lainnya di Tempo.co.