TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merespons kebijakan Bank Dunia yang merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia. Dia mengatakan, penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi ini salah satunya akibat masih panasnya aksi perang dagang atau trade war antara Cina dengan Amerika Serikat.
BACA: Sri Mulyani Harap Momentum Lebaran Bisa Beri Dorongan ke Ekonomi
"Lembaga-lembaga tersebut ternyata sudah melihat eskalasi trade war, AS dan Cina itu masuk skenario yang tidak baik. Down side risk-nya sudah terjadi ini berbeda sekali tone-nya," kata Sri Mulyani kepada media di rumah dinasnya, Jalan Widya Chandra I, Jakarta Selatan, Rabu 5 Juni 2019.
Adapun sebelumnya Bank Dunia melakukan revisi ke bawah 0,3 persen proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia mereka dari 2,9 persen menjadi 2,6 persen. Hal ini terlihat dalam laporan terbaru berjudul Global Economics Prospects: Hightened Tensions, Subdued Investment yang dirilis Bank Dunia pada Juni 2019.
BACA: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II Lebih Baik, Bisa Tembus 5,2 Persen
Menurut Sri Mulyani sejumlah lembaga ekonomi dunia seperti Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), OECD hingga Bank Pembangunan Asia (ADB) semula berharap perang dagang tak mencapai level seperti saat ini. Sebab, kedua negara telah sepakat bakal mengelar pertemuan untuk bernegosiasi sehingga diharapkan tensi perang dagang menjadi mereda.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga mengatakan efek koreksi pertumbuhan ekonomi akibat perang dagang ini bakal mengancam pertumbuhan ekonomi domestik pada kuartal III dan IV 2019. Apalagi, Amerika Serikat bakal mengimplementasikan kebijakan kenaikan tarif sebagai bagian perang dagang telah efektif pada Juni.
"Dengan demikian maka kuartal II, III dan IV akan terpengaruh dengan adanya tidak lagi ancaman tapi implementasi dari ancaman," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani menjelaskan melambatnya pertumbuhan ekonomi global telah mulai terlihat dampaknya terhadap ekonomi domestik. Salah satunya, terlihat dari melambatnya ekspor Indonesia sejumlah negara tujuan utama seperti Cina dan Amerika Serikat.
Salah satunya, lanjut Sri Mulyani, seperti dilihat ekspor pada 2017 akhir yang mengalami momentum positif dan sangat tinggi sampai 2018. Namun, kemudian mulai terlihat melambat di kuartal IV 2018 hingga kuartal I 2019 mulai menurun kembali.
DIAS PRASONGKO