Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM, FX Sutijastoto, menyampaikan salah satu tantangannya adalah faktor risiko di awal proyek ini. Seringkali, pengembang membutuhkan dana yang besar di awal karena harus mendatangkan teknologi yang dinilai tepat oleh pihak perbankan untuk menggelontorkan pinjaman.
Sehingga, Sutijastoto menyambut baik adanya komitmen dari Sri Mulyani ini untuk memberikan subsidi bagi pengembang di awal proyek. Ia sepakat bahwa subsidi ini untuk selanjutnya bakal dikurangi lantaran biaya produksi listrik di pembangkit panas bumi dipastikan semakin lama akan semakin turun. Sehingga, harga listrik yang diproduksi pun bisa semakin berkurang. "Karena enggak ada fuel, biaya operasi langsung turun," ujar dia.
Sebagai salah satu pengembang listrik dari energi panas bumi, Geo Dipa telah memperoleh pinjaman US$ 300 juta dari Asian Development Bank (ADB) untuk mengembangkan kedua proyek yang berlokasi di Jawa Barat dan Jawa Tengah ini. Kedua proyek bakal beroperasi penuh pada 2023 dengan kapasitas listrik sebesar 270 Mega Watt (MW) dan bakal ini menerangi sekitar 540.000 unit rumah di sekitarnya.
Baca juga: Sri Mulyani: KSSK Belum Bahas Holding Perbankan
Direktur Utama Geo Dipa, Riki Firmandha Ibrahim, mengatakan pendanaan ini merupakan nominal terendah yang bisa diperoleh oleh perusahaannya. "Masih belum seperti harga listrik di pasar, karena itu kami membangun pembangkit yang murah yang terjangkau sesuai dengan peraturan," ujar dia.
Saat ini, kata Riki, Geo Dipa dan PLN telah menyepakati Power Purchasing Agreement (PPA) alias akad jual beli listrik untuk unit 1 hingga unit 7 nantinya. Harga listrik di pembangkit Dieng misalnya, akan dijual ke PLN seharga US$ 8,12 sen per kWh, jauh lebih murah dari listrik dari batu bara yang menggunakan harga pasar. "Kami paling murah," kata dia.
FAJAR PEBRIANTO