TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan menyebutkan pemerintah belum berniat melancarkan aksi protes kepada Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO terkait regulasi yang tengah digodok oleh Uni Eropa soal sawit.
Baca: Luhut: Mau Pilih Prabowo atau Jokowi Suka-sukamu, Asal...
Kebijakan tentang perubahan arahan energi terbarukan (renewable energy directive II atau RED II) itu memuat upaya Parlemen Eropa menghapus komponen minyak sawit atau crude palm oil (CPO) masuk sebagai bahan baku biofuel dalam bahan bakar nabati (BBN atau biofuel) dan cairan nabati (bioliquid).
Luhut mengatakan pemerintah akan lebih dulu merembuk persoalan ini dengan Uni Eropa ketimbang langsung melayangkan protes. “Kami akan negosiasi dulu dengan Uni Eropa. Kami akan lihat langkah demi langkah,” kata Luhut saat ditemui wartawan di Hotel Shangri La, Jakarta, Selasa petang, 13 Maret 2019.
Rancangan regulasi itu semula digaungkan UNI Eropa untuk menyoroti masifnya produsen-produsen sawit di beberapa negara, termasuk di Indonesia. Uni Eropa menilai sawit berpotensi merusak lingkungan.
Dalam pernyataannya kepada wartawan, Luhut mengatakan Uni Eropa tak seharusnya melabeli Indonesia dengan stigma tersebut. “Kalian jangan mengajari kami masalah lingkungan,” katanya.
Luhut mengatakan perkara sawit di Indonesia adalah persoalan yang melibatkan hajat hidup 17 juta masyarakat. Menurut dia, jutaan masyarakat itu menggantungkan hidupnya pada sawit. Ia lantas mengklaim, sawit telah berhasil menurunkan indeks rasio gini. Luhut juga menyebut, hal yang lebih kentara lagi ialah turunnya angka kemiskinan.
Dalam keterangan langsungnya, Luhut menuturkan bahwa penurunan angka kemiskinan tahun lalu menyentuh angka 0,39. Salah satu faktornya adalah ekspor sawit. Dalam kesempatan yang berbeda beberapa waktu lalu, Luhut mengatakan telah memperjuangkan nasib sawit Indonesia di Parlemen Uni Eropa.
Luhut berujar, negara-negara Eropa umumnya tidak tahu banyak tentang Indonesia. “Mereka tidak tahu saja, ini republik yang besar, it’s not a banana republic."
Luhut lantas menyentil Parlemen Eropa yang kerap menyinggung program Sustainable Development Goals (SDGs) alias pembangunan global berkelanjutan. Salah satu poin dari SDGs adalah menurunkan angka kemiskinan.
Di Indonesia, kata Luhut, sawit adalah salah satu penunjang pembangunan global berkelanjutan. Sebab, belasan juta lebih petani terlibat dalam industri ini. Saat itu, kata Luihut, tidak ada satu pun negara Eropa yang memberikan respons atas pernyataannya.
Baca: Luhut Sebut Alasan Jokowi Tak Beri Izin Ratusan Ribu Hektar Lahan
Sejatinya, protes terhadap sawit itu tak hanya muncul dari Uni Eropa. Dalam beberapa kali kesempatan, sejumlah organisasi lingkungan turut bersuara. Di antaranya organisasi Greenpeace.
FAJAR PEBRIANTO