TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum Jakarta memperkirakan hingga saat ini ada sekitar 3.000 aduan dari nasabah korban fintech pinjaman online bermasalah. "Karena setiap hari pengaduan datang LBH Jakarta, per November saja sudah 1.600 aduan, jadi sampai saat ini bisa sampai 3.000 aduan," ujar Pengacara Publik LBH Jakarta Jeanny Silvia Sari di Kantor LBH Jakarta, Senin, 4 Januari 2019.
Simak: LBH Jakarta Sebut Alasan Tak Beri Data Pinjaman Online ke OJK
Jeanny menyebut angka itu masih berupa prediksi lantaran LBH Jakarta belum melakukan tabulasi lagi pada tahun ini. "Waktunya belum sempat, rencananya Januari ini akan diundang lagi," kata dia. Menurut dia, aduan yang masuk ke lembaganya bisa berupa perorangan maupun kelompok.
Dari berbagai pengaduan yang masuk, kata Jeanny, persoalan yang diadukan antara lain adalah penagihan dilakukan bukan hanya ke peminjam, namun ke kontak milik peminjam. Penyebaran data pribadi juga dilakukan, yang mengakibatkan peminjam mengalami ancaman, fitnah, penipuan, dan pelecehan seksual. Penyebaran foto dan informasi pinjaman disebar oleh penagih ke seluruh kontak milik peminjam. Adapun mayoritas pengadu tercatat mengambil pinjaman di bawah Rp 2 juta.
Menurut Jeanny, dari total aduan yang masuk ke lembaganya hingga akhir tahun 2018, 25 persen melibatkan perusahaan fintech pinjaman online yang terdaftar di OJK. Sementara pada Januari 2019, persentase perusahaan fintech pinjaman online yang terdaftar berubah menjadi 50 persen.
Kendati telah mengantongi banyak aduan, LBH Jakarta menyatakan tidak bakal menyerahkan data pengaduan konsumen itu kepada Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia. Pengacara publik LBH Jakarta Nelson Nikodemus Simamora mengatakan hanya akan menyerahkan data tersebut kepada Otoritas Jasa Keuangan.
"Kami bukannya sentimen kepada AFPI ya, tapi kami melihat ini adalah wewenang OJK, kenapa jadi AFPI? Kan otoritas itu diberikan kepada OJK," ujar Nelson. Walau, ia berujar hingga saat ini lembaganya juga belum memberikan data pengaduan tersebut kepada OJK. Meski, kata dia, beberapa waktu lalu OJK memang telah mengundang LBH Jakarta untuk bertemu dan meminta data tersebut.
Untuk itu, Nelson berujar telah menyurati OJK untuk menanyakan seperti apa data yang dibutuhkan dan mekanisme pemberian datanya seperti apa. Selain itu, LBH Jakarta juga menanyakan rencana tindak lanjut dari OJK mengenai data tersebut. Surat itu telah dikirim sejak 10 Januari 2019, namun hingga kini belum berbalas.
Dalam pesan singkat, Juru bicara OJK Sekar Putih Djarot mengatakan telah membicarakan kelengkapan data aduan fintech nakal yang diperlukan OJK itu kepada LBH Jakarta. "Kami membutuhkan kelengkapan data itu untuk memfasilitasi pengaduan," ujar dia. Sekar tidak menjelaskan secara detail mengapa lembaganya hingga kini belum membalas surat dari LBH Jakarta.