TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Presiden Jokowi, Ahmad Erani Yustika, mengatakan stabilitas harga semakin membaik jika melihat inflasi sepanjang 2018 hanya 3,13 persen atau menurun dari 3,6 persen pada 2017.
Baca juga: Inflasi 2018 3,13 Persen, BPS: Capaian yang Menggembirakan
"Hal ini membuktikan bahwa pemerintah mampu menjaga inflasi rendah di tengah ketidakpastian, terutama dari gejolak harga minyak dunia," kata Erani, Rabu, 2 Januari 2019.
Sebelumnya, kata dia, lonjakan harga minyak dunia 2018 diprediksi menaikkan inflasi, baik pada inflasi barang-barang bergejolak maupun inflasi inti.
Rabu, Badan Pusat Statistik mencatat tingkat inflasi sepanjang 2018 adalah sebesar 3,13 persen. Angka tersebut lebih rendah dari target pemerintah yang sebesar 3,5 persen.
Angka inflasi sepanjang 2018 juga lebih rendah ketimbang 2017. Kala itu, inflasi tahunan tercatat pada level 3,61 persen. Inflasi tertinggi pada 2018 terjadi pada Januari dan Desember masing-masing sebesar 0,62 persen. Pada 2019 pemerintah masih mematok angka yang sama untuk angka inflasi, yaitu 3,5 plus minus 1 persen.
Erani mengatakan realisasi inflasi 2018 berada di bawah target RPJMN 2015-2019 sebesar 3,5 persen. Tahun depan, kata dia, inflasi ditargetkan pada angka yang sama.
Selain itu, menurut Erani, pencapaian inflasi 2018 berpengaruh penting terhadap pergerakan inflasi sepanjang 2015-2018, yang hanya sebesar 3,32 persen. Angka tersebut jauh lebih rendah dari rata-rata 5,86 persen sepanjang 2010-2013. "Penurunan inflasi juga terlihat pada tiga jenis inflasi," ujarnya.
Selama empat tahun terakhir, kata dia, inflasi inti rata-rata 3,26 persen per tahun; inflasi harga barang-barang yang diatur pemerintah (administered price) dan inflasi barang-barang bergejolak (volatile food) masing-masing 4,59 persen dan 2,29 persen per tahun. Tahun 2010-2013, ketiga jenis inflasi tersebut rata-rata 4,5 persen, 6,87 persen, dan 9,66 persen per tahun.
Erani melihat penurunan inflasi tidak terlepas dari hasil kerja keras seluruh pemangku kepentingan. "Pemerintah pusat berperan dalam memperlancar arus barang lewat pembangunan infrastruktur hingga ke pusat-pusat produksi," kata dia.
Otoritas moneter, kata Erani, bekerja lewat pengendalian inflasi sisi permintaan, seperti mengelola agar kenaikan harga komoditas dunia tidak menyengat harga domestik. Sementara itu pemerintah daerah, lewat Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) berperan penting dalam mengkaji dan merumuskan kebijakan pengendalian inflasi di daerah, terutama pada bidang pangan.
Pada bagian lain, menurut dia, pemerintah desa memainkan peran penting dalam merealisasi dana desa terutama untuk pembangunan infrastruktur seperti irigasi dan jalan.
Erani menilai penurunan inflasi menjadi modal bagi pemerintahan Jokowi untuk memacu pertumbuhan ekonomi ke depan. "Sehingga, target-target pembangunan lainnya seperti penurunan kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan dapat dicapai lebih cepat," ujar dia.