Di pertemuan itu, Sudirman Said menyatakan pada Mahfud bahwa dirinya sudah mengambil langkah yang benar meski sebelumnya menghadapi dilema. Sudirman menegaskan bahwa langkah itu sudah dilaporkannya kepada Presiden. "Sy jg tak mau menyerahkan SDA kita kpd pihak asing yg mengakibatkan kerugian bg bangsa dan negara", kata Sudirman.
Dan Sudirman Said, kata Mahfud, saat itu menunjukkan Undang-undang dan dokumen kontrak yang mengagetkan. Di dalam kontrak karya dicantumkan pemberian keistimewaan kepada Freeport, sehingga dengan kontrak itu memungkinkan perusahaan tersebut selalu bisa menyebutkan membawa kasus itu ke Arbitrasi Internasional jika kontrak diputus begitu saja.
Di dalam kontrak dan notulen itu, menurut Mahfud, disebutkan bahwa Freeport bisa memperpanjang kontrak 2X10 tahun dan pemerintah tidak dapat menolak tanpa alasan yang rasional atau diterima oleh Freeport. "Ada jg isi, bhw jika kontrak berakhir maka Pemerintah harus membeli saham Freeport sesuai dgn harganya," ucapnya.
Setelah membaca sejumlah dokumen itu, Mahfud berkeyakinan bahwa yang dilakukan Sudirman Said adalah benar. "Sudirman benar, lawan Setya Novanto dkk di DPR, sy akan mendukung dari luar," katanya. Karena, menurut Mahfud, menurut hukum, sebuah kontrak yang menyandera dan menjerat seperti itu memang hanya bisa diakhiri dengan kontrak baru melalui negosiasi. "Tak bs diakhiri begtitu sj."
Mahfud menjelaskan, menurut hukum setiap kontrak (perjanjian) berlaku sebagai UU bagi pihak-pihak yang membuatnya. Setiap isi kontrak mengikat seperti UU. Kontrak pun hanya bisa diakhiri dengan kontrak baru melalui asas konsensual. "Ada yg nanya, 'apakah kontrak tetap mengikat jika dibuat dgn penyuapan?'" ucap Mahfud.
Mahfud juga menanggapi pernyataan Rizal Ramli yang menyebutkan kontrak karya Freeport dibuat melalui penyuapan kepada Menteri Pertambangan dan Energi mentamben saat itu sehingga kontrak itu cacat dan tidak sah. Terkait hal itu, Mahfud mengatakan sebelumnya harus diputus oleh peradilan pidana dulu. Dan peradilan pidana untuk kasus korupsi/penyuapan kedaluwarsanya adalah 18 tahun. "KK itu terjadi thn 1991, daluwarsa pd 2009."
Oleh karena itu, kata Mahfud, pemerintah mengeluarkan UU No. 4 Thn 2009 tentang Minerba yg mengubah sistem KK menjadi izin usaha. Freeport lalu menolak dan mengatakan UU itu hanya berlaku bagi perusahaan baru. Perjanjian hanya bisa berakhir dengan perjanjian baru. "Itulah yang ditempuh oleh Pemerintah," ujarnya.
Pertanyaannya kemudian, mengapa Pemerintah tidak melayani ke Arbitrasi Internasional. Mahfud menyatakan, pemerintah sudah menyatakan siap ke Arbitrasi jika usaha mengambil 51 persen saham gagal. Namun, masalahnya, jika di forum itu pemerintah Indonesia akan kehilangan Freeport untuk selamanya. "Apalagi kasus pidananya sudah daluwarsa," ucapnya.
Baca: Divestasi Saham, Freeport McMoran: Menguntungkan Kedua Pihak
Terkait hal ini, Mahfud menyebutkan kemelut Freeport dimulai oleh perpanjangan Kontrak Karya tahun 1991 di antaranya seperti yang disebutkan oleh Rizal Ramli soal ada suap US$ 10 juta. Mahfud pun mengakui bahwa isi kontrak karya itu memang menguntungkan Freeport. "Tp scr hukum kasus ini sdh daluwarsa krn sdh lewat dari 18 thn. Seharusnya kalau mau dipidanakan se-lambat2nya ya thn 2009," katanya mengakhiri kultwit tentang Freeport tersebut.